Rabu, 04 Maret 2020

CERITA BACKPACKING DAN GAGAL MUNCAK DI MERBABU 3 HARI 3 MALAM (3D3N): HARI KETIGA (7 AGUSTUS 2019)

Hari:   Pertama   Kedua

Itinerary   Biaya



Kami bangun waktu Subuh dan solat di area dekat tenda dengan tubuh menggigil. Setelah itu, kami memutuskan untuk naik ke bukit yang ada di dekat situ untuk menikmati sunrise. Dua porter kami pun ikut.


Kami mengambil foto di beberapa titik. Dan begitu sunrise datang sekitar pukul 05.40, kami excited banget dan memanfaatkan waktu berfoto dan menikmati momen ini dengan sebaik mungkin. Entah kenapa momen matahari terbit selalu nyaman untuk dinikmati. Alhamdulillah walaupun nggak nyampe puncak, kami masih bisa menikmati sunrise seindah ini. Pada saat itu, porter utama juga menjepret kami beberapa kali dengan kamera DSLR-nya.


Puas menikmati sunrise, kami turun dan berfoto-foto di area sekitar tenda sebelum akhirnya kembali ke tenda. Pada saat ini, porter utama kami yang kemarin acuh menjelma menjadi orang yang sangat baik. Dia memasakkan nasi, telur, dan indomie goreng untuk kami berlima. Dan dia ngasih ke kami itu nggak kira2, banyak banget pokoknya sampai kami kenyang. Bahkan porter kedua juga memberi kami dua quaker oat kemasan besar yang barusan dia dapat dari pendaki lain.


Selesai makan, kami pun bersiap untuk turun. Perjalanan turun berjalan lebih lancar. Kami istirahat sebentar di pos 3 dan pos 2. Dan ketika kami hendak cabut dari pos 2, porter kedua yang sedang istirahat di gazebo ijin untuk lanjut ngobrol dengan beberapa pendaki lain dan akan menyusul kami.


Sampe di pos 1, dia tak kunjung terlihat. Porter utama kembali menekankan bahwa porter kedua adalah pendaki yang pelan, yang artinya semua baik-baik saja. Bahkan ketika kami sudah sampai ditempat registrasi, dia tidak kelihatan batang hidungnya. Porter utama yang juga ketua tim kami itu melaporkan kedatangan kami ke bagian registrasi tersebut sementara kami menunggu di luar.


Setelah itu kami berempat makan bakso di penjual bakso di dekat tempat registrasi tersebut. Beberapa pendaki lain mulai terlihat turun dan Ketika kami bertanya kepada mereka tentang porter kedua kami dengan menyebutkan ciri-cirinya, mereka mengatakan kalau mereka tidak melihat sosoknya. Sebal dan sedikit khawatir juga karena kalau dia kenapa-kenapa kan akan menghambat kami juga.


Dan setelah beberapa lama, akhirnya porter kedua muncul, dan dengan tanpa rasa bersalah. Kami pun akhirnya berjalan kembali ke Basecamp Kang Tisna. Dan setelah menyelesaikan pembayaran dan mengambalikan semua alat yang dipinjam, kami pun berpisah dengan kedua porter tersebut. Kami kemudian leyeh-leyeh sebentar di tempat itu.


Ketika perut mulai keroncongan, kami mencari ibu pemilik basecamp tapi dia tidak kelihatan. Kami curiga dia sedang berpartisipasi dalam acara 17 agustusan yang digelar beberapa ratus meter dari situ. Akhirnya kami memutuskan untuk makan di Basecamp Pak Parman. Dan kami memesan nasi goreng yang rasanya sama enaknya dengan nasi goreng di Basecamp Kang Tisna.


Kenyang, kami memutuskan untuk segera cabut. Di situ, ada bapak-bapak menegur kami. Dia menawarkan carter mobilnya sampai di Terminal Boyolali dengan tarif IDR 200.000. Dengan asumsi bahwa kami akan naik bus yang jauh lebih murah, kami pun menolak.


Kami pun berjalan turun dan berniat mencari ojek. Saat itulah kami bertemu ibu pemilik Basecamp Kang Tisna dan sesuai dugaan kami, dia memang sedang ikut acara 17an. Kami pun pamit dan dia membantu mencarikan ojek untuk kami.


Dengan ojek, perjalanan terasa lebih cepat. Dan dari salah satu bapak ojek pula kami tahu bahwa banyak orang-orang sekitar gunung yang juga bekerja menjadi porter. Ah, jadi menyesal kan!! Tapi nasi sudah menjadi bubur. Mungkin lain kali kalau mau naik lagi kami akan menggunakan porter setempat.


Ketiga bapak ojek itu menurunkan kami di samping pos polisi. Setelah membayar kami pun memutuskan untuk salat jamak di Masjid Selo. Selesai salat, kami makan di warung bakso depan pos polisi. Kepada mbak penjual, kami bertanya tentang bus menuju ke Pasar Cepogo. Dan katanya bus terakhir tiba pukul 11.00 atau 12.00. Dan saat itu sudah pukul 14.00. Rasanya kami bagai disambar petir karena terus terang kami tidak punya plan B.


Di tengah kegalauan, mbak itu mengatakan dia bisa mengantar kami ke terminal. Namun, dia hanya punya dua motor. Dan kami cukup membayar IDR 150.000 untuk dua motor. Kami menawar dan harga turun di angka IDR 120.000. Karena tidak ada opsi lain, kami pun mengiyakan.


Mbak itu menitipkan warungnya kepada temannya untuk pergi ke suatu tempat dan dia datang kembali mengendarai motor bersama seorang lelaki yang juga mengendarai motor. Dan skenarionya adalah seperti ini: mbak-mbak itu mboncengin Suami Kembar A (karena sekalipun dia wanita dia sudah paham medannya) dan mas-mas itu mboncengin Kembar A dan Kembar B. Dan sekali lagi, karena tidak punya opsi lain kami pun manut. 


Dan yang pakai helm cuma mas dan mbak itu saja dong. Kami bertiga tidak dikasih helm sama sekali. Dan Astaghfirullah, mereka itu naik motornya ngebut banget dan masnya itu sangat ugal-ugalan. Bahkan ketika sudah masuk area kota yang jumlah lalu lalang kendaraannya lebih banyak, mas itu masih saja ugal-ugalan. Kami tak putus mengucap doa sepanjang perjalanan.


Dan kami bisa bilang bahwa opsi ini sangat tidak recommended. Apalagi, ketika dihitung-hitung ternyata total biaya ojek turun dari basecamp dan dua ojek ini hampir sama dengan carter mobil tadi. Tapi, tentu naik mobil lebih aman dan nyaman. Huft.


Alhamdulillah, kami pun tiba dengan selamat di Terminal Boyolali. Suasana terminal sangat panas. Dan saat itu, kami melihat ada penjual jenang. Kami pun memesan masing-masing 1 mangkok. Wah rasanya enak dan segar banget. Dan harganya juga murmer.


Selesai makan jenang, kami segera mencari bus jurusan Surakarta (Solo). Perjalanan dengan bus berjalan lancar. Karena tujuan kami adalah Stasiun Purwosari dan bus tidak lewat sana, kami minta diturunkan di daerah Kerten, tepatnya di Halte Faroka. Dari sini, kami naik Bus Batik Solo Trans (BST) dan turun di Halte Purwosari 1.


Kami tiba di area stasiun pukul 5 kurang. Sembari menunggu waktu maghrib, kami menghabiskan waktu di angkringan dekat stasiun. Kami mengganjal perut kami dengan kopi/teh serta sundukan.


Ketika sudah hampir masuk waktu magrib, kami pun segera mencari masjid terdekat dan ternyata lumayan jauh juga kalau jalan kaki. Apalagi kondisi kaki kami sedang sangat lelah. Setiba di masjid, kami pun segera salat jamak.


Selesai salat, kami berjalan kembali ke area stasiun. Di situ ada warung yang menarik minat kami, namanya Warung Nasi Gudeg Mbok Kedul. Reviewnya bagus sih. Tapi kami agak takut harganya mahal karena lokasinya dekat dengan stasiun. Namun, karena sudah sangat lapar dan malas mencari warung lain, kami memutuskan untuk tetap makan di situ saja.


Kami memesan 3 porsi lontong opor spesial telur suwir, dua gelas es teh dan 1 gelas teh anget. Suami Kembar A bahkan masih nambah ketan juruh juga.


Dan ternyata opornya memang rasanya enak banget. Ketannya juga enak. Dan harganya pun cukup terjangkau. Untuk semua yang kami pesan, kami cukup membayar IDR 70.000.


Setelah membayar, kami segera berjalan ke stasiun. Pukul 19.10, kami langsung check-in menggunakan e-boarding pass dari hape.


Kami kemudian menunggu kereta dengan beristirahat di area peron. Dan ketika kereta tiba sekitar pukul 20.40, kami segera naik, mencari tempat duduk, dan seperti biasa, kami memanfaatkan perjalanan untuk tidur sebelum kereta tiba di Surabaya. Setibanya di Stasiun Gubeng, kami segera naik GoCar untuk pulang.




Hari:   Pertama   Kedua

Itinerary   Biaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar