Mengeksplorasi Pulau Tabuhan
Sarapan dan Menikmati Subuh di Baru Dua Beach Hotel
Selepas mandi dan salat subuh, kami memilih untuk sedikit bersantai di teras lantai 3 sambil menikmati debur ombak dan matahari yang mulai mengintip.
Sekitar pukul 05.00, petugas yang kemarin datang untuk mengantarkan nasi kotak dan teh hangat yang ternyata adalah sarapan kami. Lauknya begitu sederhana, tapi terasa nikmat. Apalagi disantap sembari menikmati laut.
Baca juga:
REVIEW BARU DUA BEACH HOTEL, BANYUWANGI: PENGINAPAN PINGGIR LAUT SUPER MURAH DI BANGSRING
CARA MEMESAN HOTEL DI TRAVELOKA
Matahari sudah semakin menampakkan semburatnya. Kami segera memasukkan barang-barang ke mobil, check-out, dan langsung melaju menuju Pantai Watu Dodol.
Menikmati Sunrise di Patung Gandrung
Dalam perjalanan, matahari rupanya sudah mulai terbit. Karena takut kehilangan momen matahari terbit yang memang hanya sesaat, kami pun memutuskan untuk memarkir mobil di tepi jalan dan menikmati matahari terbit dulu dari dekat Patung Gandrung, yang terletak hanya beberapa meter dari pintu masuk Pantai Watu Dodol. Ternyata sudah banyak orang yang juga menunggu matahari terbit di situ.
Berangkat ke Pulau Tabuhan
Begitu matahari meninggi, kami segera melanjutkan perjalanan ke Pantai Watu Dodol. Di sana, kami bertemu dengan bapak yang kemarin. Namun, rupanya dia dan kawan-kawan masih harus kerja bakti membersihkan pantai, yang memang dijadwalkan rutin setiap hari Senin. Menunggu mereka selesai kerja bakti, kami akhirnya baru bisa berangkat sekitar pukul 06.30.
Perjalanan berangkat ke Pulau Tabuhan memakan waktu sekitar 30 menit. Dari laut, kalian akan bisa menikmati Gunung Raung yang menjulang di kejauhan. Sungguh indah. Kami juga melewati kapal-kapal besar yang entah sedang melakukan apa.
Gunung Raung di kejauhan |
Kapal di tengah laut |
Pulau Tabuhan mulai terlihat |
Snorkeling di Tabuhan
Begitu sampai di pulau, kami segera mempersiapkan diri dan memakai semua perlengkapan untuk snorkeling. Kami semua bersemangat karena ini adalah snorkeling pertama kami.
Airnya begitu jernih dengan lapisan warna biru muda di bagian tepi dan biru gelap di bagian tengah. Ada beberapa ikan hias kecil yang terlihat saat kami ber-snorkeling. Namun, sayang, karangnya sudah hancur gara-gara ulah pencuri karang dan jumlah ikan hias juga tidak terlalu banyak gara-gara ulah pencuri ikan. Saat kami di sana pun, kami menjumpai beberapa pencuri ikan hias yang menangkap ikan dengan racun. Sayangnya, kami tak bisa berbuat apapun karena takut mereka akan melakukan hal yang tak kami harapkan.
Hasil jepretan kamera HP yang dibungkus cover antiair |
Sebenarnya, untuk pemandangan bawah laut yang lebih bagus, kita disarankan untuk menghentikan kapal agak jauh ke tengah dan ber-snorkeling dari situ. Namun, karena si kembar ini tidak bisa berenang, akhirnya kami sepakat untuk menepikan kapal ke arah pantai saja. Hehehe.
Kami menghabiskan kurang lebih 3 jam ber-snorkeling. Kami juga sempat berjalan memutari pulau, yang memakan waktu kurang dari setengah jam. Pada saat memutar itu, kami mendapati bahwa bagian pantai yang lain ternyata tidak sebersih bagian yang kami pakai untuk snorkeling. Selain itu, di bagian timur pulau, menurut keterangan bapak pemilik kapal, kita harus ekstra hati-hati karena terdapat banyak bulu babi. Di area itu, kami juga melihat bangunan entah apa yang terbuat dari batu bata roboh di tengah laut.
Kami berangkat kembali ke Pantai Watu Dodol sekitar pukul 10.00. Perjalanan pulang ini sedikit berbeda dari yang awal tadi. Karena melawan arus, air berkecipak dan membuncah ke sana kemari dari arah haluan kapal. Jadinya, kami yang sudah basah jadi semakin basah. Perjalanan pulang ini juga memakan waktu yang lebih lama, yaitu sekitar 1 jam.
Sesampainya di Pantai Watu Dodol, kami melunasi pembayaran kapal sebesar IDR 500.000 dan setelahnya segera membersihkan diri di kamar mandi umum yang tersedia di wilayah pantai tersebut.
Ber-snorkeling 3 jam telah benar-benar menguras tenaga kami. Namun, kami berpikir lebih baik makan di luar wilayah pantai untuk mencari suasana yang lebih bersih dan nyaman.
Perjalanan ke Baluran
Selama perjalanan, kami sempatkan untuk menelepon ke Baluran, dengan maksud memesan tempat tinggal. Semula kami berencana tidur di pondok di dekat Pantai Bama, yang harga sewa pondoknya per malam adalah IDR 200.000. Namun, sayangnya pondok itu sudah terisi. Dan wisma di sekitar pantai yang bisa disewa per kamar saat itu sedang dalam perbaikan.
Kami akhirnya mencari alternatif dengan memesan kamar termurah di daerah Sabana Bekol dengan harga IDR 100.000 per kamar per malam.
Setelah menempuh perjalanan beberapa ratus meter dari Pantai Watu Dodol tadi, kami menemukan tempat makan di kiri jalan. Kami memutuskan makan di situ sambil sedikit mengistirahatkan diri.
Tak jauh dari situ, kami mampir ke sebuah masjid untuk salat Zuhur.
Selesai salat, kami langsung melanjutkan perjalanan. Beberapa ratus meter sebelum pintu masuk Baluran, kami mampir ke minimarket untuk membeli bekal untuk kami nanti bermalam di Bekol. Menurut informasi yang kami dapat, sebenarnya di daerah Baluran ada warung yang menjual makanan, tapi warung tersebut tutup di malam hari. Jadi, jika tak ingin kelaparan saat malam hari, ada baiknya kalian membeli bekal sebelum masuk ke wilayah Baluran.
Tiba di Baluran
Pada pukul 2 lebih, akhirnya kami sampai di Baluran. Saat membeli tiket, kami mengatakan akan menginap. Dan pak Arifin, yang tadi mengangkat telepon kami, mengatakan bahwa kami nanti akan tinggal di Wisma Rusa, berupa bangunan bertingkat di dekat Sabana Bekol.
Baca juga:
REVIEW WISMA RUSA BALURAN: SENSASI MENGINAP DI TENGAH SABANA BEKOL BALURAN SITUBONDO
Petugas tiket memberikan selembar peta kepada kami. Dalam peta tersebut disebutkan bahwa jarak dari loket tiket menuju Bekol kurang lebih adalah 12 km dan dari Bekol menuju Bama kurang lebih 3 km.
Kami yang saat itu mengendarai sedan harus berkendara pelan dan merambat karena jalanan sebagian besar rusak. Selama perjalanan, kami menjumpai beberapa binatang, seperti monyet, burung puyuh hutan, ayam hutan, dan lain-lain. Kami juga melewati Evergreen, suatu wilayah hutan yang selalu hijau di Taman Nasional Baluran ini. Namun, karena kami ke Baluran saat musim penghujan, kami tak begitu merasakan perbedaan daerah Evegreen dengan daerah lainnya. Hanya, memang daerah Evergreen ini lebih rindang dibandingkan dengan daerah lain di sekitarnya.
Evergreen |
Sampai di Sabana Bekol
Sekitar 1 jam kemudian, kami sampai di Sabana Bekol. Mobil kami parkir di depan Wisma Rusa. Keluar mobil, kami langsung disambut monyet-monyet yang berkeliaran di sekitaran wisma.
Hal pertama yang kami lakukan adalah melapor ke petugas jaga yang posnya tak jauh dari Wisma Rusa. Menyebalkannya, pak Arifin ternyata belum mengabarkan perihal adanya tamu yang akan menginap di dua kamar di Wisma Rusa. Mas penjaga sempat kebingungan. Beruntung karena saat itu low-season sehingga semua kamar kosong, mas itu akhirnya mengijinkan kami naik setelah kami membayar IDR 200.000 untuk dua kamar.
Wisma itu sebagian besar terdiri dari kayu. Pintunya harus selalu ditutup karena dikhawatirkan monyet akan masuk.
Kami memilih tinggal di kamar di lantai dua dan sepertinya ini memang pilihan yang tepat karena di lantai dua terdapat teras yang bisa digunakan untuk bersantai. Wisma ini agak sedikit pengap, dengan bau yang agak aneh, yang mungkin berasal dari bau kotoran monyet. Nah, inilah risiko tidur di wisma tengah hutan. Wkwkwkwk.
Dari mas penjaga, kami diberitahu bahwa listrik hanya akan menyala dari pukul 18.00 hingga pukul 20.00. Kami sudah tidak kaget sebenarnya karena sudah membaca di beberapa blog sebelumnya.
Ruangan kamar yang kami tempati cukup nyaman. Terdapat perbedaan tata letak, luas ruangan, jumlah jendela dan jenis kasur pada tiap-tiap ruangan. Beruntung hanya kami yang menginap jadi kami bisa bebas memilih. Tapi secara keseluruhan, ruangan kamarnya nyaman, dengan bau apek entah apa yang kadang tercium. Di dalam kamar hanya terdapat satu colokan dan kabar buruknya, tidak ada kipas angin. Tapi ingat, kami sedang berada di tengah hutan lho!!
Kamar Kembar A dan Suami |
Kamar Kembar B dan Suami |
Mencoba Mencari Sunset di Pantai Bama
Setelah sedikit berisirahat, kami salat Asar di musala di dekat wisma kami. Oh ya, untuk toilet dan kamar mandi, semuanya berada di luar wisma jadi ya tiap butuh ke kamar mandi, kami harus berjalan keluar wisma. Dan untungnya, wisma kami termasuk paling dekat lokasinya dengan toilet, kamar mandi, dan musala.
Selesai salat, sekitar pukul setengah lima, kami berinisiatif menuju ke Pantai Bama dengan harapan siapa tahu kami bisa melihat sunset. Mobil kami berjalan pelan seperti sebelumnya. Dalam perjalanan, kami bertemu beberapa banteng, kerbau, kijang, monyet, dan burung merak. Perjalanan pelan kami memakan waktu sekitar setengah jam.
Kami bahkan sempat berhenti karena ada seekor banteng yang menyeberang jalan dan bahkan sempat pipis di tengah jalan.
Ketika sampai di Pantai Bama kami sempatkan untuk berfoto. Dan karena tidak melihat tanda-tanda sunset, kami akhirnya bertanya kepada petugas apakah bisa melihat sunset dari Pantai Bama. Dia mengatakan bahwa Pantai Bama hanya bisa untuk melihat sunrise.
Wakakakak. Ternyata kami salah. Kami pun akhirnya memutuskan untuk menikmati suasana pantai tersebut di sore hari.
Menikmati Senja di Sabana Bekol
Setelah sedikit menikmati pantai tersebut, kami segera kembali ke Bekol karena menurut petugas tadi, justru sunset bisa lebih terlihat dari Bekol. Nyatanya, di Bekol, sunset pun tidak terlihat.
Yah, akhirnya kami pun memanfaatkan waktu untuk berfoto dan menikmati suasana Bekol di sore hari menjelang malam. Kami kembali ke wisma ketika cahaya matahari sudah mulai hilang.
Sekawanan banteng di kejauhan |
Listrik sudah menyala. Kami segera bergantian mandi karena kamar mandi khusus penginap hanya ada dua. Setelah salat Magrib, kami bersantai di sofa yang ada di teras lantai dua.
Malam sudah sepenuhnya datang. Senyap. Warung yang ketika kami datang tadi masih buka, sudah sejak jam 17.00 tadi tutup. Akhirnya kami hanya makan malam dengan bekal yang kami beli di minimarket tadi.
Karena sangat lelah dan juga ingin menyimpan energi untuk esok hari, kami memutuskan untuk tidur begitu selesai salat Isya. Sedikit gerah memang karena tak ada kipas angin. Tapi meskipun ada kipas, kan toh nanti juga mati saat listriknya dimatikan? Dan, nyatanya kami semua bisa tertidur dengan pulas.
Artikel terkait:
JELAJAH BROMO DENGAN MOTOR TRAIL: HARI PERTAMA (11 JANUARI 2017)
TRAVELING SERU KE AIR TERJUN TANCAK JEMBER
PERJALANAN TAK TERENCANA KE PULAU BALI 4 HARI 3 MALAM (4D3N): HARI PERTAMA (14 FEBRUARI 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar