Traveler: Kembar A dan Suami Kembar A
Starting Point: Surabaya
Sebenarnya aku dan suami sudah lama ingin sekadar jalan-jalan di Kota Batu dan sayangnya selalu tertunda. Akhirnya, menunggu hingga suasana libur tahun baru mereda, kami pun berangkat pada tanggal 4 Januari 2017. Kami berangkat dari rumah sekitar pukul 05.40.
Walaupun perjalanan cukup lancar, kami memutuskan untuk lewat tol agar lebih cepat. Kami mengisi bensin terlebih dahulu di rest area tol Waru-Porong agar nantinya tak perlu mampir-mampir pom lagi. Dari tol ini, kami lanjut ke tol Porong-Pandaan yang super sepi.
Dengan kondisi jalanan yang lancar, kami sudah tiba di Alun-Alun Kota Batu sekitar pukul 08.00 kurang. Rumah Susu Ganesha yang jadi tujuan utama kami rupanya belum buka.
Kami memutuskan untuk mencari sarapan terlebih dahulu di Pasar Laron yang ada di dekat alun-alun. Suami memesan nasi jagung dan aku memesan nasi pecel, plus dua gelas teh hangat. Selain itu, di Pasar Laron ini masih ada banyak jenis makanan lainnya, seperti bubur ayam, cilok, dan batagor. Selesai sarapan, kebetulan Toko Susu Ganesha sudah buka tapi saat itu perut kami sudah terlanjur kenyang. Daripada tidak bisa menikmati susu dengan puas, kami memutuskan untuk menuju ke tujuan selanjutnya sembari mengurangi isi dalam perut.
Kami berniat untuk menuju ke Gunung Banyak dan Omah Kayu. Karena tidak tahu arah ke sana, kami memilih untuk menggunakan Google Maps. Sebenarnya arahnya cukup mudah. Namun, ketika mulai menanjak, nanti akan ada sebuah gang, yang bisa jadi membuat banyak orang kesasar karena ada tulisan “bukan jalur ke Paralayang”. Untuk itu, kalian jangan masuk ke sini ya. Hehehe.
Dari gang pertama tadi, kami akhirnya menemukan gang lain di dekat pom bensin dan inilah ternyata jalur yang tepat. Berdasarkan petunjuk Google Maps, kami hanya tinggal mengikuti jalur tersebut yang ternyata semakin masuk semakin menanjak. Jalannya sepertinya juga semakin menyempit. Dan jika harus berpapasan dua mobil, maka harus sangat-sangat mepet dan melambat.
Akhirnya kami sampai di titik yang di pojokannya ada tulisan “Goa Pinus”. Dari situ, kami dihadapkan dengan dua jalur. Satu landai, satu menanjak. Di situ, kami merasa bingung. Sebenarnya, yang menanjak itu ada tulisan arah ke Paralayang, sayangnya kami tidak melihat. Alih-alih berhenti dan bertanya kepada orang yang ada di situ, kami malah memutuskan untuk mengikuti jalan yang landai.
Melewati jalan itu, kami sebenarnya sedikit ragu juga. Jalannya sempit, hanya muat untuk satu mobil. Kami sempat was-was, bagaimana kalau ada mobil lain dari seberang. Kami terus mengikuti petunjuk dari Google Maps (yang tidak kami sadari ternyata sudah rerouting dari tadi) yang mengatakan bahwa kami harus terus hingga sekitar satu kilometer lagi untuk kemudian belok kanan.
Satu kilometer kemudian dan setelah belok kanan, jalan di depan kami diberi palang. Dan kami baru sadar kami nyasar ketika Google Maps mengatakan “turn right and make a U turn”. Well, kami diarahkan ke sini tadi supaya berbalik, begitu?
Aku akhirnya turun dan bertanya ke seorang mbah-mbah pemilik warung di dekat jalan yang diberi palang itu. Katanya, jika terus, kami akan sampai ke Batu. Untuk ke Paralayang, kami harusnya memilih jalan yang naik. Jadilah, kami pun memutar balik dan kembali ke tempat percabangan tadi. Sepanjang perjalanan kembali, kami berpapasan dengan beberapa penduduk lokal yang tertawa sambil berkata “Kebablasen yo?” Hahaha.
Dari titik Goa Pinus tadi, kami berhenti dan bertanya kepada seorang yang kebetulan ada di dekat situ. Dari arahan orang tersebut, kami akhirnya naik ke jalur yang menanjak. Rupanya, jalur ini lebih lebar, bisa untuk papasan dua mobil walaupun juga masih sangat mepet. Kami tinggal mengikuti jalur yang ada hingga menemukan loket.
Di loket tersebut, kami membayar masing-masing IDR 5.000 untuk masuk ke lokasi Gunung Banyak, plus tiket parkir mobil sebesar IDR 5.000. Setelah parkir, kami segera hunting foto di tempat yang super keren itu. Suasana lumayan ramai karena mungkin masih masuk sisa-sisa liburan tahun baru. Oh ya, bagi yang ingin paralayang, kalian harus merogoh kocek sekitar IDR 300.000.
Tapi memang kami tidak berniat untuk paralayang. Selain takut, ya karena memang tidak ingin. Dana yang dialokasikan memang tidak dimaksudkan untuk itu juga, hehehe. Kami pun segera mencari titik foto paling oke. Di sini, kalian bisa melihat Kota Batu dari atas sekaligus bisa melihat hijau-hijauan di beberapa titik yang indah banget. Anginnya kencang banget. Dan buat yang mau foto, hati-hati ya. Keselamatan tetap nomor satu. Karena tidak ada pagar pembatas (karena memang sepertinya ini area untuk paralayang), sebaiknya kalian memperkirakan jarak aman untuk berfoto dan tidak terlalu berada di tepi.
Selesai berfoto di titik ini, kami lanjut ke lokasi kedua, yaitu Omah Kayu, yang juga berada di lokasi yang sama. Untuk masuk, masing-masing harus membayar IDR 5.000.
Omah Kayu ini terdiri dari beberapa rumah kayu atau sekadar papan yang menempel pada pohon, yang jumlahnya banyak, tersebar di beberapa titik di lokasi tersebut. Kalian perlu menuruni beberapa tangga untuk mencapai lokasi-lokasi rumah kayu atau papan kayu tersebut.
Karena suasana tidak terlalu ramai, kami bisa mendapatkan view yang bagus walaupun beberapa kali harus antre. Di sini, keselamatan juga penting lho. Jangan aneh-aneh posenya kalau lagi di atas rumah pohon karena kalau jatuh kan sakit. Dan juga, jangan melebihi batas maksimal muatan yang diperbolehkan. Kalau misal lagi ramai, ya antre. Perhatikan juga kondisi kayu yang jadi pijakan karena kami amati ada beberapa kayu yang kondisinya rapuh.
Lokasi ini fotogenik banget. Dari beberapa titik, foto terlihat oke. Kalian juga bisa menikmati indahnya rimbunan pinus yang memenuhi tempat tersebut.
Selesai mengeksplorasi, kami memutuskan untuk keluar. Untuk keluar, rupanya kami harus menanjak dan menuju pintu masuk tadi. Semula, kami pikir akan ada pintu keluar yang lebih landai. Yang tidak kami perkirakan adalah rasa lelah terasa mencengkeram saat kami harus bergerak naik, setelah tadi tenaga terkuras untuk lari kesana kemari mencari view yang oke. Tenggorokan terasa tercekat. Napas terengah-engah. Dan, kami lupa tidak membeli minum tadi! Jadi rasanya, aku sudah mau pingsan saja. Jadi, bagi kalian yang mau kesini, ada baiknya bawa bekal minum. Hehehe. Kalau ada minum, Insyaallah, kalian tidak perlu mengalami tenggorokan tercekat seperti kami. Wkwkwkwk.
Begitu sampai di pintu keluar, kami segera berlari ke deretan warung yang ada di dekat tempat foto awal tadi. Di situ kami memesan satu botol air mineral dan dua gelas kopi. Sembari ngopi, kami beristirahat dan aku langsung cek hasil foto-foto tadi. Yes, rasanya puas.
Ketika rasa lelah sudah mulai hilang dan kopi juga sudah habis, kami memutuskan untuk kembali ke Batu. Pengen segera minum susu. Hehehe. Kami melewati jalan seperti yang kami lewati saat berangkat tadi. Dan tak berapa lama, kami pun tiba kembali di Alun-Alun Batu. Kami parkir di tempat yang sama dan mas parkirnya bahkan sempat bilang, “Wong iki maneh.”
Kami berjalan ke Rumah Susu Ganesha yang tak sebegitu ramai kala itu. Aku memesan sebotol yogurt rasa leci dan suami memesan susu jahe madu (SMJ). Hmmm, enaaakkk…. Sembari minum, aku sempatkan juga untuk bernarsis ria. Wkwkwk.
Dari Rumah Susu Ganesha, kami lanjut ke Malang. Tujuannya bukan ingin jalan-jalan lagi. Tapi, kami ingin membeli bakso di Bakso Damas, yang berlokasi di Jl. Soekarno Hatta no. 70, Mojolangu, Lowokwaru, Malang. Dari Alun-Alun Kota Wisata Batu, kami membutuhkan waktu sekitar kurang lebih setengah jam untuk menuju ke Bakso Damas. Uniknya, di sini, kalian bisa memilih macam-macam pilihan isi bakso, antara lain mi, tahu, gorengan, dan masih banyak lainnya. Ada pentol isi telur puyuh dan telur ayam juga lho. Rasa baksonya sebenarnya juga seenak bakso Malang pada umumnya. Tapi, karena dulu kami pernah ke sini, jadi makan di Bakso Damas bagi kami lebih seperti nostalgia. Hehehe.
Kenyang, kami segera melanjutkan perjalanan pulang. Oh ya, sebelum pulang, kami berniat untuk mampir ke Candi Singosari yang memang letaknya searah dengan jalan pulang kami, tepatnya di Jl. Kertanegara. Dari Jalan Raya Malang – Surabaya, kalian hanya perlu belok kiri ke Jalan Kertanegara, kira-kira setengah jam dari Bakso Damas. Dari ujung jalan, candi hanya berjarak sekitar 600 meter. Memang cukup dekat.
Tidak ada parkir resmi di sekitar situ, tapi ada petugas parkirnya. Kami parkir di pinggir jalan dan segera mendaftar di loket yang tersedia. Tidak ada biaya masuk. Jadi, pengunjung bisa membayar dengan sukarela.
Berbeda dengan candi-candi di Trowulan yang terbuat dari batu bata, Candi Singosari ini terbuat dari batu. Di dindingnya, tidak terlalu banyak ukiran, bahkan terkesan plain malah. Dan candinya juga tidak terlalu besar. Ada deretan patung di sekitaran halaman candi, tapi kebanyakan sudah rusak. Namun, secara keseluruhan candi tersebut dalam keadaan terawat baik dan memang ternyata sudah dipugar sejak tahun 1937. Bagi yang ingin tahu banyak soal candi ini, kalian bisa membeli buku tentang candi tersebut pada loket masuk tadi.
Selesai mengeksplorasi, kami memutuskan untuk pulang. Apalagi, memang kami sudah lelah dan tak ingin terjebak malam di jalanan. Dari candi, sekitar pukul 12.45, kami berkendara kembali ke jalan utama, Jalan Raya Malang – Surabaya. Untuk mencegah kantuk saat berkendara, kami sempatkan membeli camilan dan minuman di sebuah minimarket. Selanjutnya, seperti saat berangkat, kami kembali melewati jalan tol Pandaan – Porong.
Keluar dari tol, jam sudah hampir menunjukkan pukul 14.00. Kami mampir ke salah satu masjid di jalan yang kami lalui untuk menunaikan salat Zuhur. Selesai salat, kami berkendara pulang, melewati jalan tol Porong – Waru. Sedikit terkena macet di beberapa titik, kami tiba di Surabaya sekitar pukul 15.00.
Artikel terkait:
BIAYA PIKNIK TIPIS-TIPIS KE BATU DAN MALANG (4 JANUARI 2017)
Starting Point: Surabaya
Sebenarnya aku dan suami sudah lama ingin sekadar jalan-jalan di Kota Batu dan sayangnya selalu tertunda. Akhirnya, menunggu hingga suasana libur tahun baru mereda, kami pun berangkat pada tanggal 4 Januari 2017. Kami berangkat dari rumah sekitar pukul 05.40.
Walaupun perjalanan cukup lancar, kami memutuskan untuk lewat tol agar lebih cepat. Kami mengisi bensin terlebih dahulu di rest area tol Waru-Porong agar nantinya tak perlu mampir-mampir pom lagi. Dari tol ini, kami lanjut ke tol Porong-Pandaan yang super sepi.
Sarapan di dekat Alun-Alun Kota Batu
Dengan kondisi jalanan yang lancar, kami sudah tiba di Alun-Alun Kota Batu sekitar pukul 08.00 kurang. Rumah Susu Ganesha yang jadi tujuan utama kami rupanya belum buka.
Kami memutuskan untuk mencari sarapan terlebih dahulu di Pasar Laron yang ada di dekat alun-alun. Suami memesan nasi jagung dan aku memesan nasi pecel, plus dua gelas teh hangat. Selain itu, di Pasar Laron ini masih ada banyak jenis makanan lainnya, seperti bubur ayam, cilok, dan batagor. Selesai sarapan, kebetulan Toko Susu Ganesha sudah buka tapi saat itu perut kami sudah terlanjur kenyang. Daripada tidak bisa menikmati susu dengan puas, kami memutuskan untuk menuju ke tujuan selanjutnya sembari mengurangi isi dalam perut.
Sempat Nyasar Saat Menuju Omah Kayu
Kami berniat untuk menuju ke Gunung Banyak dan Omah Kayu. Karena tidak tahu arah ke sana, kami memilih untuk menggunakan Google Maps. Sebenarnya arahnya cukup mudah. Namun, ketika mulai menanjak, nanti akan ada sebuah gang, yang bisa jadi membuat banyak orang kesasar karena ada tulisan “bukan jalur ke Paralayang”. Untuk itu, kalian jangan masuk ke sini ya. Hehehe.
Dari gang pertama tadi, kami akhirnya menemukan gang lain di dekat pom bensin dan inilah ternyata jalur yang tepat. Berdasarkan petunjuk Google Maps, kami hanya tinggal mengikuti jalur tersebut yang ternyata semakin masuk semakin menanjak. Jalannya sepertinya juga semakin menyempit. Dan jika harus berpapasan dua mobil, maka harus sangat-sangat mepet dan melambat.
Akhirnya kami sampai di titik yang di pojokannya ada tulisan “Goa Pinus”. Dari situ, kami dihadapkan dengan dua jalur. Satu landai, satu menanjak. Di situ, kami merasa bingung. Sebenarnya, yang menanjak itu ada tulisan arah ke Paralayang, sayangnya kami tidak melihat. Alih-alih berhenti dan bertanya kepada orang yang ada di situ, kami malah memutuskan untuk mengikuti jalan yang landai.
Melewati jalan itu, kami sebenarnya sedikit ragu juga. Jalannya sempit, hanya muat untuk satu mobil. Kami sempat was-was, bagaimana kalau ada mobil lain dari seberang. Kami terus mengikuti petunjuk dari Google Maps (yang tidak kami sadari ternyata sudah rerouting dari tadi) yang mengatakan bahwa kami harus terus hingga sekitar satu kilometer lagi untuk kemudian belok kanan.
Satu kilometer kemudian dan setelah belok kanan, jalan di depan kami diberi palang. Dan kami baru sadar kami nyasar ketika Google Maps mengatakan “turn right and make a U turn”. Well, kami diarahkan ke sini tadi supaya berbalik, begitu?
Aku akhirnya turun dan bertanya ke seorang mbah-mbah pemilik warung di dekat jalan yang diberi palang itu. Katanya, jika terus, kami akan sampai ke Batu. Untuk ke Paralayang, kami harusnya memilih jalan yang naik. Jadilah, kami pun memutar balik dan kembali ke tempat percabangan tadi. Sepanjang perjalanan kembali, kami berpapasan dengan beberapa penduduk lokal yang tertawa sambil berkata “Kebablasen yo?” Hahaha.
Akhirnya Tiba di Gunung Banyak
Dari titik Goa Pinus tadi, kami berhenti dan bertanya kepada seorang yang kebetulan ada di dekat situ. Dari arahan orang tersebut, kami akhirnya naik ke jalur yang menanjak. Rupanya, jalur ini lebih lebar, bisa untuk papasan dua mobil walaupun juga masih sangat mepet. Kami tinggal mengikuti jalur yang ada hingga menemukan loket.
Di loket tersebut, kami membayar masing-masing IDR 5.000 untuk masuk ke lokasi Gunung Banyak, plus tiket parkir mobil sebesar IDR 5.000. Setelah parkir, kami segera hunting foto di tempat yang super keren itu. Suasana lumayan ramai karena mungkin masih masuk sisa-sisa liburan tahun baru. Oh ya, bagi yang ingin paralayang, kalian harus merogoh kocek sekitar IDR 300.000.
Tapi memang kami tidak berniat untuk paralayang. Selain takut, ya karena memang tidak ingin. Dana yang dialokasikan memang tidak dimaksudkan untuk itu juga, hehehe. Kami pun segera mencari titik foto paling oke. Di sini, kalian bisa melihat Kota Batu dari atas sekaligus bisa melihat hijau-hijauan di beberapa titik yang indah banget. Anginnya kencang banget. Dan buat yang mau foto, hati-hati ya. Keselamatan tetap nomor satu. Karena tidak ada pagar pembatas (karena memang sepertinya ini area untuk paralayang), sebaiknya kalian memperkirakan jarak aman untuk berfoto dan tidak terlalu berada di tepi.
Berfoto dan Menikmati Keindahan di Omah Kayu
Selesai berfoto di titik ini, kami lanjut ke lokasi kedua, yaitu Omah Kayu, yang juga berada di lokasi yang sama. Untuk masuk, masing-masing harus membayar IDR 5.000.
Omah Kayu ini terdiri dari beberapa rumah kayu atau sekadar papan yang menempel pada pohon, yang jumlahnya banyak, tersebar di beberapa titik di lokasi tersebut. Kalian perlu menuruni beberapa tangga untuk mencapai lokasi-lokasi rumah kayu atau papan kayu tersebut.
Karena suasana tidak terlalu ramai, kami bisa mendapatkan view yang bagus walaupun beberapa kali harus antre. Di sini, keselamatan juga penting lho. Jangan aneh-aneh posenya kalau lagi di atas rumah pohon karena kalau jatuh kan sakit. Dan juga, jangan melebihi batas maksimal muatan yang diperbolehkan. Kalau misal lagi ramai, ya antre. Perhatikan juga kondisi kayu yang jadi pijakan karena kami amati ada beberapa kayu yang kondisinya rapuh.
Lokasi ini fotogenik banget. Dari beberapa titik, foto terlihat oke. Kalian juga bisa menikmati indahnya rimbunan pinus yang memenuhi tempat tersebut.
Selesai mengeksplorasi, kami memutuskan untuk keluar. Untuk keluar, rupanya kami harus menanjak dan menuju pintu masuk tadi. Semula, kami pikir akan ada pintu keluar yang lebih landai. Yang tidak kami perkirakan adalah rasa lelah terasa mencengkeram saat kami harus bergerak naik, setelah tadi tenaga terkuras untuk lari kesana kemari mencari view yang oke. Tenggorokan terasa tercekat. Napas terengah-engah. Dan, kami lupa tidak membeli minum tadi! Jadi rasanya, aku sudah mau pingsan saja. Jadi, bagi kalian yang mau kesini, ada baiknya bawa bekal minum. Hehehe. Kalau ada minum, Insyaallah, kalian tidak perlu mengalami tenggorokan tercekat seperti kami. Wkwkwkwk.
Begitu sampai di pintu keluar, kami segera berlari ke deretan warung yang ada di dekat tempat foto awal tadi. Di situ kami memesan satu botol air mineral dan dua gelas kopi. Sembari ngopi, kami beristirahat dan aku langsung cek hasil foto-foto tadi. Yes, rasanya puas.
Minum Susu di Rumah Susu Ganesha dan Makan Bakso Damas
Ketika rasa lelah sudah mulai hilang dan kopi juga sudah habis, kami memutuskan untuk kembali ke Batu. Pengen segera minum susu. Hehehe. Kami melewati jalan seperti yang kami lewati saat berangkat tadi. Dan tak berapa lama, kami pun tiba kembali di Alun-Alun Batu. Kami parkir di tempat yang sama dan mas parkirnya bahkan sempat bilang, “Wong iki maneh.”
Kami berjalan ke Rumah Susu Ganesha yang tak sebegitu ramai kala itu. Aku memesan sebotol yogurt rasa leci dan suami memesan susu jahe madu (SMJ). Hmmm, enaaakkk…. Sembari minum, aku sempatkan juga untuk bernarsis ria. Wkwkwk.
Dari Rumah Susu Ganesha, kami lanjut ke Malang. Tujuannya bukan ingin jalan-jalan lagi. Tapi, kami ingin membeli bakso di Bakso Damas, yang berlokasi di Jl. Soekarno Hatta no. 70, Mojolangu, Lowokwaru, Malang. Dari Alun-Alun Kota Wisata Batu, kami membutuhkan waktu sekitar kurang lebih setengah jam untuk menuju ke Bakso Damas. Uniknya, di sini, kalian bisa memilih macam-macam pilihan isi bakso, antara lain mi, tahu, gorengan, dan masih banyak lainnya. Ada pentol isi telur puyuh dan telur ayam juga lho. Rasa baksonya sebenarnya juga seenak bakso Malang pada umumnya. Tapi, karena dulu kami pernah ke sini, jadi makan di Bakso Damas bagi kami lebih seperti nostalgia. Hehehe.
Lanjut ke Candi Singosari
Kenyang, kami segera melanjutkan perjalanan pulang. Oh ya, sebelum pulang, kami berniat untuk mampir ke Candi Singosari yang memang letaknya searah dengan jalan pulang kami, tepatnya di Jl. Kertanegara. Dari Jalan Raya Malang – Surabaya, kalian hanya perlu belok kiri ke Jalan Kertanegara, kira-kira setengah jam dari Bakso Damas. Dari ujung jalan, candi hanya berjarak sekitar 600 meter. Memang cukup dekat.
Tidak ada parkir resmi di sekitar situ, tapi ada petugas parkirnya. Kami parkir di pinggir jalan dan segera mendaftar di loket yang tersedia. Tidak ada biaya masuk. Jadi, pengunjung bisa membayar dengan sukarela.
Berbeda dengan candi-candi di Trowulan yang terbuat dari batu bata, Candi Singosari ini terbuat dari batu. Di dindingnya, tidak terlalu banyak ukiran, bahkan terkesan plain malah. Dan candinya juga tidak terlalu besar. Ada deretan patung di sekitaran halaman candi, tapi kebanyakan sudah rusak. Namun, secara keseluruhan candi tersebut dalam keadaan terawat baik dan memang ternyata sudah dipugar sejak tahun 1937. Bagi yang ingin tahu banyak soal candi ini, kalian bisa membeli buku tentang candi tersebut pada loket masuk tadi.
Baca juga:
PERJALANAN MURAH SEHARI KE TROWULAN, MOJOKERTO DENGAN KENDARAAN PRIBADI
Selesai mengeksplorasi, kami memutuskan untuk pulang. Apalagi, memang kami sudah lelah dan tak ingin terjebak malam di jalanan. Dari candi, sekitar pukul 12.45, kami berkendara kembali ke jalan utama, Jalan Raya Malang – Surabaya. Untuk mencegah kantuk saat berkendara, kami sempatkan membeli camilan dan minuman di sebuah minimarket. Selanjutnya, seperti saat berangkat, kami kembali melewati jalan tol Pandaan – Porong.
Keluar dari tol, jam sudah hampir menunjukkan pukul 14.00. Kami mampir ke salah satu masjid di jalan yang kami lalui untuk menunaikan salat Zuhur. Selesai salat, kami berkendara pulang, melewati jalan tol Porong – Waru. Sedikit terkena macet di beberapa titik, kami tiba di Surabaya sekitar pukul 15.00.
Artikel terkait:
BIAYA PIKNIK TIPIS-TIPIS KE BATU DAN MALANG (4 JANUARI 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar