Sabtu, 19 Mei 2018

BACKPACKING MURAH GUNUNG IJEN 2 HARI 2 MALAM (2D2N): HARI KEDUA (27 APRIL 2018)

Alarm membangunkan kami pukul 03.00. Dengan sisa-sisa rasa kantuk yang masih ada, kami segera mempersiapkan diri. Selain menata tas dan memilah-milah apa yang akan dibawa, kami juga bergantian ke kamar mandi untuk mengosongkan isi tubuh. Hahaha.

Sekitar pukul setengah 4, seseorang memberi tahu suami kembar A bahwa portal masuk ke area pendakian sudah dibuka dan banyak yang sudah naik sejak pukul 03.00. Kami gusar, mengingat info sebelumnya, pintu baru dibuka pukul 04.00.

Para suami menyuruh si kembar yang sudah siap dengan peralatannya untuk mendaftar dan membeli tiket sementara mereka memeriksa barang-barang yang akan ditinggal di dalam tenda. Kami bertanya kepada seorang bapak lokal apakah benar portal sudah dibuka. Dan katanya belum. Kami melihat antrian sudah panjang di depan portal tapi portal memang masih tertutup.

Kami bertanya dimana lokasi loket pendaftaran dan pembelian tiket kepada bapak tersebut. Ternyata loketnya sangat dekat dengan pintu masuk ke area Paltuding tersebut. Sudah ada beberapa antrian dan loketnya belum buka. Kami bertanya ke mas-mas yang juga sedang mengantri, memastikan bahwa belum ada yang mendaki, bahwa portal baru dibuka pukul 04.00 dan bahwa yang bisa naik hanya yang membawa tiket, dan mas itu mengiyakan. Kami pun lega.


Pada saat mengantri, para suami pun tiba. Kami segera memberi tahu bahwa info yang tadi didapat hanya sekadar isu belaka.

Loket akhirnya dibuka pukul 04 kurang sedikit. Setelah menunggu beberapa menit, giliran kami pun tiba. Kami membeli tiket untuk 4 orang, sebesar IDR 5.000 per tiket. Dan karena kami membawa motor, kami juga harus membayar tiket sebesar IDR 5.000 per motor. Jadi, total yang harus kami bayarkan adalah IDR 30.000.

Begitu tiket di tangan, kami segera menuju ke arah portal. Kami menyusup di antara beberapa orang yang sudah mengantri di depan portal tapi mungkin masih belum mendapat tiket.

Pukul 04.00 tepat, portal pun dibuka. Kami segera menyerahkan tiket dan begitu petugasnya memeriksa tiket kami, pendakian pun dimulai. Itu artinya, kami harus mendaki sejauh kurang lebih 3300 meter menuju ke bibir kawah.

Kami  berempat masih berada dalam posisi yang berdekatan pada sekitar seperempat jalan. Namun, sesudah itu, kembar A mulai kehabisan nafas. Karena kembar A dan suami sudah pernah melihat api biru atau blue fire, akhirnya kami pun berpisah dan kembar B dan suami berjalan duluan.

Perjalanan Kembar B dan Suami Menuju ke Area Api Biru (Blue Fire)

Mungkin karena motivasi Kembar B yang begitu besar untuk melihat blue fire atau karena alasan lain, yang jelas Kembar B dan suami akhirnya bisa tiba di puncak Kawah Ijen dalam waktu hanya 1,5 jam. Bayangkan, itu waktu yang cukup cepat untuk kategori pendaki pemula seperti kami. Dan dengan 1,5 jam itu berarti waktu telah menunjukkan pukul 05.30 dan suasana telah berangsung-angsur terang oleh cahaya matahari. Itu berarti juga harapan kami untuk bisa menyaksikan blue fire pupus sudah.

Meskipun sedikit kecewa, kami mencoba move on karena toh ini adalah sesuatu yang telah terprediksi dari awal. Akhirnya kami buru-buru naik ke arah gazebo di salah satu sisi puncak Kawah Ijen tersebut. Di sini terdapat 3 gazebo dengan salah satunya adalah tempat salat.

Di tempat salat ini hanya terdapat sebuah sajadah dan tidak tersedia mukena sama sekali, Kami wudu di toilet dan kami harus membayar cukup mahal, yaitu IDR 5.000 per orang. Kondisi toiletnya sangat jelek, pintunya rusak, tapi kondisi toiletnya bersih dan airnya pun sangat bersih.

Setelah itu kami segera salat Subuh meskipun kondisi sekitar telah mulai terang.

Setelah salat, kami bergegas menuju ke tangga menuju kawah. Suami Kembar B tampak ragu untuk menuruni kawah. Tapi karena Kembar B memaksa akhirnya suami Kembar B pun mau menemani.

Namun tidak serta merta juga Kembar B memberanikan diri menuju ke Kawah yang jauh di bawah sana. Dia telag terlebih dahulu bertanya ke petugas yang tadi berjaga di toilet. Menurut si petugas, keadaan pasca munculnya gas beracun telah sangat aman. Para pekerja tambang telah bisa bekerja seperti biasa mulai dari dini hari sampai pukul 12 siang.

Saat berada di tangga menuju kawah pun kami bertemu dengan pekerja tambang dan menurutnya keadaan aman-aman saja. Pada jam-jam ini angin bertiup ke arah Bondowoso jadi para wisatawan bahkan tidak harus memakai masker sama sekali. Akhirnya kami pun tetap berjalan menuruni tangga menuju ke Kawah Ijen.

Tangganya lumayan terjal. Di beberapa sisi masih dipasang pegangan dari kayu, tapi semakin ke bawah, tangganya mulai semakin curam dan tidak ada pegangan sama sekali kecuali dinding-dinding batu. Meskipun begitu, rute ke kawah ini juga tidak semengerikan itu. Tidak ada jurang di kanan kiri perjalanan kita, hanya batuan terjal yang akan menyakitkan kalau kita sampai terjatuh.

Karena masih lumayan takut, kami berhenti sekitar 5 meter di atas kawah. Dari sudut ini, Kawah Ijen telah terlihat sangat jelas. Asap pun masih berhembus ke arah Bondowoso, jadi kami sama sekali tidak terganggu oleh asap tersebut.

Setelah puas berfoto-foto dengan background Kawah Ijen dan tebing-tebing batu di sisi yang lain, kami memutuskan untuk kembali naik ke puncak Kawah Ijen.

Dengan perjalanan naik turun dan beberapa kali bersitirahat, kami bisa tiba kembali di atas pada sekitar pukul 07.00 WIB.

Perjalanan Kembar A dan Suami Menuju Puncak Gunung Ijen


Kami berjalan tidak terlalu cepat. Suami Kembar A menyesuaikan temponya dengan tempo Kembar A. Bisa dibilang, kami akhirnya berjalan dengan santai. Suami kembar A berkali-kali mengatakan: nikmati perjalanan, jangan terlalu ngoyo.

Di satu titik mendekati separuh perjalanan, kami memutuskan untuk salah Subuh di sebuah tanah kosong. Kami khawatir ketika sampai atas, matahari sudah terbit.

Dan benar saja. Sekitar separuh perjalanan, matahari sudah benar-benar menyingsing. Pada saat mulai terang seperti itu, justru semangat kembali naik karena kami benar-benar bisa melihat perjuangan tiap-tiap orang yang sedang mendaki. Betapa kelelahannya mereka dan betapa terengah-engahnya nafas mereka. Beberapa bule juga terlihat sangat kelelahan.

Selain semakin termotivasi, dengan cahaya yang mulai terang, kami justru semakin mengurangi tempo dan sempat mengambil foto di beberapa titik yang memang menawarkan pemandangan indah.

Delapan ratus meter terakhir, jalur yanh harus kami lalui mulai landai. Dan akhirnya kami bisa sampai di bibir kawah sekitar pukul 06.05. Kami hanya sempat foto-foto sekilas di bibir kawah dan melihat beberapa perubahan dari lokasi yang kami datangi terakhir kali pada 2014 itu. Ada pagar pembatas dan toilet di suatu titik agak ke atas. Kembar A sempat melihat ada miniatur keranjang bambu yang digunakan penambang belerang lengkap dengan pecahan-pecahan belerang kecil berwarna kuning. Setelah dari puncak, nanti rencananya akan membeli itu.

Langkah kami berlanjut menuju ke arah puncak. Jalanannya cukup lebar tapi dengan kondisi yang sedikit berbeda dengan jalur sebelumnya. Tanahnya pecah-pecah sebelum akhirnya kami dibawa ke hamparan tanah yang luas dengan tumbuhan-tumbuhan entah apa di satu sisi, dan kawah serta area blue fire do sisi satunya. Pemandangannya sungguh menakjubkan.

Kami mengambil foto dengan beberapa background di sekitar area puncak tersebut. Banyak yang meneruskan perjalanan hingga ke ujung puncak, tapi kami memutuskan untuk menyudahi perjalanan di situ saja.

Setelah puas berfoto, kami sempatkan beristirahat dan duduk bersandar di suatu bagian yang memiliki tumbuhan-tumbuhan entah apa. Beberapa bule yang melewati kami mengatakan: nice spot. Haha, memang nice sih. Kami sempat bertanya-tanya, kembar B dan suami sedang ada di mana saat itu dan apa masih mungkin kami bertemu sebelum kembali ke tenda mengingat bahwa kami berdua tidak menyalakan sinyal ponsel sama sekali jadi kemungkinan besar tidak bisa janjian.

Sekitar pukul 06.45, angin berubah arah dan membawa asap belerang ke arah tempat kami beristirahat. Kami pun segera bangkit dan memutuskan untuk turun ke bibir kawah mengingat kami belum foto-foto di area bibir kawah dan juga ingin membeli souvenir unik tadi. Selain itu, kami juga masih berharap bisa bertemu kembar B dan suami sehingga kami bisa turun bersama-sama.

Sampai di bibir kawah, kami mencari penjual souvenir miniatur tadi, tapi rupanya sudah tidak ada. Kembar A berputar-putar mencari, dan karena tampak kebingungan, seorang penjual souvenir belerang bertanya. Kembar A menjelaskan bahwa dia mencari souvenir miniatur dan penjual itu segera memanggil kawannya yang berjualan miniatur tersebut.

Begitu penjual miniatur itu tiba di dekat kami, kami cukup kaget dengan harga yang dia katakan: IDR 50.000 untuk satu miniatur. Kami menawar dan akhirnya bisa mendapatkan harga IDR 30.000 per buah. Harga yang masuk akal di kantong kami tapi juga tidak merugikan si penjual. Kami harus berjalan mendekati area awal bibir kawah karena bapak penjual harus mengambil kresek di sana.

Kembar A sempat bingung untuk membeli satu souvenir atau satu lagi untuk Kembar B. Kembar A akhirnya mencoba menelepon Kembar B dan suami kembar B tapi tidak nyambung. Pada saat kami menuruni jalan menuju bibir kawah, rupanya suami kembar B yang tengah berada di area toilet melihat kami dan memanggil kami.

Akhirnya Kami Berempat Bertemu


Rasanya seperti setahun tidak bertemu. Kembar A dan Kembar B pun berpelukan dan bercerita tentang perjalanan masing-masing. Dan akhirnya kembar B juga membeli souvenir miniatur yang sama. Bapak penjual tampak senang karena berhasil mengantongi IDR 60. 000.

Selesai membeli souvenir, kami sempatkan berfoto dulu dengan background kawah yang sudah tidak lagi diliputi asap. Setelah itu, sekitar pukul 07.00 kami pun berjalan turun.

Dalam perjalanan turun, kami sempatkan berfoto di pos bunder. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan. Dengan tempo super santai, kami pun tiba di bawah sekitar pukul 08.50.

Mencari Sarapan di Warung di Area Paltuding


Tujuan pertama kami adalah tenda. Begitu tiba di tenda, kami segera masuk dan sedikit merebahkan diri. Tak begitu lama, karena rupanya perut sudah minta diisi.

Dengan mengendarai motor, kami segera bergegas ke warung kemarin. Dan, kami memesan menu yang kurang lebih sama. Para suami memesan masing-masing nasi goreng plus telur dan indomie goreng, sementara si kembar memesan indomie goreng plus telur. Kami juga masih memesan 4 gelas kopi dan memakan beberapa gorengan dan kerupuk. Dan totalnya, kami hanya membayar IDR 84.000, itu pun bapaknya masih memberi diskon dan kami hanya perlu membayar IDR 80.000.

Selesai makan, kami kembali ke tenda. Para suami langsung beristirahat dan si kembar bertugas merapikan bawaan kami. Kami sempat bertemu beberapa ibu asal Bekasi yang baru mau naik ke atas kawah. Setelah bercakap dengan mereka, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke Banyuwangi sekitar pukul xx.

Perjalanan dari Ijen Menuju Kota Banyuwangi


Karena hari itu hari Jumat, para suami harus salat jumat. Kami mampir di sebuah masjid tepat ketika azan berkumandang. Sementara para suami salat jumat, kami menjaga bawaan kami di dekat tempat parkir.

Ketika para suami selesai salat, giliran si kembar yang salat. Tak lupa masing-masing kami berempat menjamak salat Asar karena pada jam salat Asar nanti kami telah berada di atas kereta.

Karena selesai salat jam sudah menunjukkan pukul xx, kami yang semula berniat membeli nasi tempong di Alun-Alun Sri Tanjung mengurungkan niat kami. Kami berharap bisa menemukan penjual nasi tempong dalam perjalanan menuju stasiun.

Dan kira-kira sepuluh menit dari masjid, kami menemukan sebuah warung di kanan jalan yang menjual nasi tempong. Kami pun tak membuang banyak waktu dan memesan empat nasi tempong, yang harga per porsinya adalah IDR 12.000. Kami juga memesan dua gelas es teh dan  dua air mineral 1.5 L. Totalnya, kami hanya membayar IDR 66.000.

Selesai makan, Kembar B menghubungi mbak sewa motor dan mengatakan kalau kami dalam perjalanan menuju stasiun dan meminta mereka stand-by. Setelah itu, kami segera meluncur ke arah stasiun. Ternyata perjalanan kami memakan waktu 15 menit. Kami tiba di stasiun pukul xx dan mas dari persewaan motor sudah tiba. Kami sebenarnya telat 1 jam tapi tidak didenda. Mas itu mengembalikan kartu identitas kami dan uang deposit.

Setelah proses pengembalian motor selesai, kami berjalan ke arah stasiun dan langsung mencetak boarding pass kami. Waktu keberangkatan kami masih setengah jam lagi. Kami memutuskan untuk membeli kopi di warung yang sa seperti kemarin.

Perjalanan Pulang ke Surabaya dengan Kereta Probowangi


Setelah kopi habis, sekitar pukul 13.50 kami bergegas masuk ke dalam peron stasiun setelah petugas memeriksa boarding pass kami dan mencocokkan dengan KTP masing-masing. Kereta datang pukul 14.04 dan tepat seperti jadwal di tiket, kereta berangkat pukul 14.05.

Sekitar jam 16.00, perut kami mulai melilit lagi. Hahaha. Mungkin efek habis naik gunung jadi cepat lapar. Kami melihat jadwal kereta Probowangi di internet, dan berdasarkan jadwal tersebut, kami bisa mengetahui bahwa kereta akan berhenti cukup lama di Stasiun Tanggul.

Pukul 17.17 ketika kereta berhenti di Stasiun Tanggul, para suami segera keluar dari kereta dan bergegas menuju ke luar area stasiun dengan terlebih dahulu ijin ke petugas. Tak lupa mereka memgantongi tiket dan identitas hanya untuk jaga-jaga.

Si kembar menunggu dengan was-was. Namun, tak sampai 5 menit kemudian, para suami sudah  kembali dengan membawa empat bungkus pecel. Harganya cukup murah: nasi pecel ayam dihargai 10.000 per bungkus dan nasi pecel telur 8.000.

Setelah makan dan perut kenyang, kami bisa istirahat dengan nyaman. Kereta kami pun tiba di stasiun gubeng sekitar pukul 21.xx. Kami segera keluar stasiun dan berjalan ke arah hotel sahid. Di situ, kami memesan GoCar yang membawa kami pulang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar