Check-Out dari Hostel
Alarm ponsel kami sengaja kami set pukul 06.00 waktu Singapura karena selain kami memang tidak ingin melewatkan salat Subuh, kami juga ingin memulai perjalanan kami sedini mungkin. Setelah mandi, membereskan barang-barang, dan memastikan bahwa tak ada satu pun yang tertinggal, kami turun ke lobi untuk menikmati sarapan gratis. Dan ternyata sarapannya hanya roti dan selai, sedangkan minumannya ada tiga jenis, yaitu kopi, coklat, dan teh susu. Memang sih semua menu tersebut boleh dimakan sepuasnya, tapi tetap saja, orang Indonesia tetap merasa belum makan kalau belum makan nasi.
Sebelum pergi, kami tidak lupa menukarkan kunci pintu luar dengan deposit SGD 10. Lumayan, bisa buat tambahan uang saku. Tapi karena petugasnya ganti, orangnya terlihat agak bingung mencari data kami. Dan akhirnya, proses pengembalian deposit kami membutuhkan waktu yang lumayan lama, mungkin sampai setengah jam.
Pengalaman Pertama Naik Bus yang Memalukan
Dengan pengalaman dan pengetahuan nol, keluar dari hostel kami memutuskan untuk mencoba naik bus. Kami berpikir, bagaimanapun juga, kami nanti pasti akan butuh naik bus saat menuju ke perbatasan antara Singapura dan Malaysia, jadi mencobanya sedini mungkin adalah lebih baik. Lagipula, halte busnya sangat dekat, yaitu terletak di seberang hostel Fernloft City.
Baca juga:
REVIEW FERNLOFT CITY HOSTEL LITTLE INDIA, SINGAPURA (SINGAPORE)
Pagi itu, sesuai rencana awal, kami memutuskan untuk pergi terlebih dahulu ke Sri Veeramakaliamman Temple di Serangoon Road, yang masih merupakan kawasan Little India. Sebelum naik, kami melihat ke peta yang selalu tersedia di setiap halte. Meskipun sangat membingungkan pada awalnya, kami tetap mencoba. Setelah berhasil memahami rute-rute busnya, kami memilih salah satu bus yang melewati tempat kami saat itu serta daerah tujuan kami, dan menunggu sampai bus itu datang.
Baca juga:
CARA LENGKAP DAN JELAS NAIK BUS DI SINGAPURA (SINGAPORE)
Setelah busnya datang, karena ragu-ragu, kami menunggu sampai ada orang lain yang menghentikannya. Dengan begonya, kami naik dari pintu belakang dan langsung menempelkan kartu Singapore Tourist Pass (STP) kami ke mesin pemindai. Ternyata mesin pemindai yang ada di pintu depan berbunyi dan sopir busnya yang tidak bisa berbahasa Inggris itu memanggil kami ke depan dan langsung memarahi kami dengan bahasa Mandarin.
Baca juga:
SINGAPORE TOURIST PASS (STP): KARTU MRT UNTUK TRAVELING MURAH DI SINGAPURA
Akhirnya, setelah mencoba memahami apa yang dia katakan, kami keluar dari pintu depan, masuk lagi dari pintu itu, dan memindai kartu kami. Begitulah, ternyata sesuai sistem yang ada di bus itu, pemindaian kartu awal harus dilakukan di pintu depan, dan pemindaian akhir sebelum turun dilakukan di pintu belakang.
Masalah pertama beres, timbul masalah kedua. Tidak seperti di dalam Mass Rapid Transit (MRT), di dalam bus di Singapura ternyata tidak terdapat pengumuman melalui loudspeaker yang memberitahukan kita sudah sampai di halte mana. Akibatnya, selama perjalanan di dalam bus tersebut, kami cemas dan sebisa mungkin mengamati daerah sekitar dan membaca papan petunjuk tiap kali bus tersebut berhenti, takut terlewat. Dan akhirnya, kami turun di halte yang salah, yaitu satu halte sebelum halte yang kami tuju. Hahaha. Tapi untung saja tidak terlewat karena kalau terlewat, mungkin saja kami harus berputar lagi dan tentunya akan memakan waktu yang lama. Tanpa banyak babibu, kami memutuskan untuk sekali lagi naik bus, sebelum akhirnya turun di halte yang tepat, yaitu di depan Tekka Centre, Serangoon Road.
Baca juga:
CARA NAIK MASS RAPID TRANSIT (MRT) DI SINGAPURA (SINGAPORE)
Perjalanan ke Sri Veeramakaliamman Temple, Masjid Abdul Gaffoor, dan Haji Lane
Menuju Sri Veeramakaliamman Temple di Serangoon Road, Little India
Ternyata kuil yang kami cari ini sangat mudah ditemukan. Dari halte Tekka Centre, kami tinggal berjalan lurus sekitar 270 meter dan langsung menemukan kuil tersebut di kiri jalan. Saat kami tiba di sana, ada beberapa orang India yang sepertinya tengah bersiap-siap melakukan sembahyang pagi. Karena kami Muslim, kami sungkan untuk masuk ke bangunan dengan dekorasi luar yang seolah terdiri dari kumpulan patung-patung kecil itu, dan akhirnya kami memutuskan untuk berfoto di depannya saja.
Menuju Masjid Abdul Gaffoor di Dunlop Street, Little India
Puas mengambil foto, kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan mencari Masjid Abdul Gaffoor di Dunlop Street. Saat perjalanan kami menuju kuil tadi, kami memang telah melihat ada jalan masuk berukuran lebih kecil bertuliskan Dunlop Street. Jadi kami bisa menemukannya tanpa kesulitan. Dari Sri Veeramakaliamman Temple, kami tinggal menyeberang dan berjalan kembali ke arah Tekka Centre. Berjalan sekitar 180 meter, kami sampai di belokan yang mengarah ke Dunlop Street.
Kami berbelok dan menyusuri jalan tersebut. Sama halnya dengan Serangoon Road, Dunlop Street masih termasuk di dalam kawasan Little India. Jadi, di sepanjang jalan tersebut, sangat banyak restoran makanan India, sebut saja Shakuntala Restaurant, dan penjual yang menjual benda-benda berbau India seperti bunga dan pernak-pernik lain. Di sepanjang jalan ini kita juga bisa menemukan beberapa hostel dan ruko.
Dari belokan awal yang mengarah ke Dunlop Street, kami melewati dua perempatan dan menempuh jarak sekitar 400 meter sebelum akhirnya sampai di Masjid Abdul Gaffoor. Masjid ini bisa dibilang cukup indah, mengingat bahwa Singapura merupakan negara dengan Muslim sebagai minoritas.
Baca juga:
REVIEW MASJID ABDUL GAFFOOR: MASJID UNIK DI LITTLE INDIA, SINGAPURA (SINGAPORE)
Menuju Haji Lane
Selesai menikmati eksterior Masjid Abdul Gaffoor dan bertanya ke seorang cowok yang kebetulan sedang duduk-duduk di halaman masjid, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari Haji Lane. Misi kami kali ini cukup melelahkan karena jarak kedua tempat tersebut cukup jauh, yaitu sekitar 950 meter, dan kami benar-benar tidak punya ide harus naik kendaraan apa. Di itinerary kami memang tertulis kami harus berjalan.
Dari arah Masjid Abdul Gaffoor, kami berjalan terus sampai keluar di Jalan Besar, terus berjalan lagi sampai melewati apartemen Rochor Street, dan menyusuri Rochor Canal Road di sepanjang sungai Rochor. Dan setelah menempuh beberapa ratus meter lagi, kami akhirnya tiba di Arab Street.
Masjid Sultan di Arab Street
Di Arab Street tersebut kami bertanya letak Haji Lane kepada seorang bapak berwajah Tionghoa. Meskipun bahasa Inggrisnya terbata-bata, dia mampu menjelaskan tempat yang kami cari. Akhirnya kami berjalan lagi ke arah yang ditunjukkan oleh bapak tadi. Sampai di suatu perempatan tempat persimpangan Arab Street dan North Bridge Road, kami melihat ada masjid besar yang indah bernama Masjid Sultan dan kami memotretnya sejenak.
Menyusuri Haji Lane
Setelah itu kami berbelok ke kanan ke arah North Bridge Road dan sekitar 50 meter kemudian kami menemukan jalan masuk yang lebih kecil bernama Haji Lane. Kami menyusuri jalanan mungil yang di dalamnya banyak terdapat toko baju itu tanpa berniat sedikit pun untuk berbelanja. Dan kalau boleh jujur, kami mendatangi tempat ini hanya semata-mata karena ini adalah salah satu tempat favorit Pevita Pearce di Singapura.
Baca juga:
REVIEW HAJI LANE SINGAPORE: GANG WARNA-WARNI DI KAWASAN KAMPUNG ARAB SINGAPURA
Menikmati Gardens by the Bay di Siang Hari
Menuju Gardens by the Bay dari Haji Lane
Kelar menikmati suasana pagi Haji Lane, kami keluar dari ujung lain jalan tersebut, yaitu di Beach Road. Dari sini, kami berbelok ke kanan dan perlu berjalan sekitar 550 meter sebelum akhirnya sampai di Stasiun MRT Bugis. Sebelumnya, kami berkeinginan untuk naik bus karena ada halte bus yang kami lewati di sepanjang Beach Road tersebut. Tapi karena rutenya susah, panjang, dan berputar-putar, kami memutuskan untuk berjalan lebih jauh ke stasiun Mass Rapid Transit (MRT) terdekat.
Dari Stasiun MRT Bugis kami naik MRT Downtown Line jurusan Chinatown turun di Stasiun MRT Bayfront. Sebagai penghubung stasiun Mass Rapid Transit (MRT) dengan area Gardens by the Bay, ada lorong memanjang yang kedua sisinya terdiri dari cermin dan gambar warna-warni. Mungkin sekali hal ini dimaksudkan untuk membuat pejalan kaki yang melewati lorong itu tidak putus asa karena jaraknya memang lumayan jauh, yaitu sekitar 300 meter.
Naik Shuttle Service Car Menuju Loket Gardens by the Bay
Seteleh melewati lorong tersebut, akan ada pintu keluar yang berujung ke tangga dan lift yang keduanya akan membawa kita ke area depan Gardens by the Bay. Dari sini ada tawaran dari petugas untuk menggunakan shuttle service car karena jarak yang ditempuh menuju conservatory (rumah kaca) lumayan jauh. Dan karena harganya lumayan murah, yaitu SGD 2 per orang untuk perjalanan pulang-pergi, tanpa pikir panjang kami ambil tawaran itu dan segera mengantri di tempat yang telah disediakan.
Baca juga:
REVIEW GARDENS BY THE BAY SINGAPORE: ATRAKSI, TIKET, DAN WAKTU OPERASIONALNYA
Tak perlu waktu lama sampai akhirnya kami naik shuttle service car itu, yang membawa kami melewati jalanan dengan pemandangan indah di kedua sisinya, sebelum akhirnya kami sampai di area rumah kaca.
Masuk Flower Dome
Di sini, kami harus mengantri untuk membeli tiket. Dari dua rumah kaca, Flower Dome dan Cloud Forest, kami hanya memilih Flower Dome dengan pertimbangan harga, yaitu SGD 16, dan juga keterbatasan waktu.
Selesai menikmati berbagai macam tanaman yang indah dan unik, kami langsung keluar dari area Flower Dome menuju ke tempat shuttle service car diparkir. Dan setelah penumpangnya penuh, kendaraan itu segera melaju mengantarkan kami ke tempat awal kami naik shuttle service car tadi.
Meninggalkan tempat itu, kami masih menyempatkan diri naik ke atas jembatan yang berada tepat di depan Marina Bay Sands Hotel untuk berfoto dengan Supertree Grove di kejauhan. Dengan kondisi kaki kami yang sudah sangat lelah, kami sudah tidak mampu lagi memasuki tempat itu meskipun tiket masuknya lumayan terjangkau, yaitu SGD 5.
Dan perjalanan yang menyebalkan harus kami lalui lagi setelah itu, yaitu melewati lorong yang sangat panjang menuju Stasiun MRT Bayfront. Dengan kondisi kami yang kelelahan, lorong itu terasa semakin panjang saja. Tapi toh akhirnya kami mampu sampai di Stasiun MRT Bayfront dengan cepat.
Makan di VivoCity
Dari Stasiun MRT Bayfront, kami naik MRT Downtown Line jurusan Chinatown turun di Stasiun MRT Chinatown. Lalu dari Stasiun MRT Chinatown, kami oper MRT North East Line jurusan Harbourfront turun di Stasiun MRT Harbourfront.
Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) ini langsung terhubung dengan VivoCity Shopping Mall. Di mall ini, kami memutuskan untuk membeli makan di McD yang tak jauh dari pintu masuk karena perut kami sudah keroncongan. Di situ, kami membeli McFlurry seharga SGD 2 per item dan burger entah apa seharga SGD 2,5 per item.
Setelah kenyang, kami menyusuri mall untuk mencari tempat salat. Dan sayang sekali, dari penuturan petugas kebersihan berbahasa melayu yang kami tanyai, kami akhirnya tahu bahwa tidak ada tempat salat di VivoCity Shopping Mall. Tapi dia menambahkan bahwa kami bisa salat di Sentosa Island. Akhirnya, kami memutuskan untuk menjamak saja salat kami di tempat tujuan kami berikutnya.
Sentosa Island
Menuju Sentosa Island melalui Boardwalk
Kami memutuskan untuk pergi ke Sentosa Island melalui Boardwalk karena kami ingin merasakan sensasi menyeberang ke pulau tersebut dengan berjalan kaki (alternatif lain adalah naik bus atau monorel). Meskipun demikian, di Boardwalk ini kalian tetap bisa memilih untuk benar-benar berjalan kaki, menggunakan travelator, atau perpaduan antara keduanya.
Di sepanjang perjalanan ini, untuk mengalihkan kalian dari jarak tempuh yang lumayan panjang, yaitu sekitar 465 meter, kalian akan disuguhi pemandangan yang luar biasa indah. Di bagian kanan, akan tampak laut lepas Singapura yang berbatasan langsung dengan pulau-pulau kecil Indonesia, sebut saja Pulau Batam. Kita bisa berfoto sambil sejenak menikmati pemandangan laut dari pinggiran VivoCity Waterfront Promenade. Dari sini, kita bisa melihat tulisan Sentosa Island di pulau Sentosa, begitu juga dengan cable car di kejauhan, yang juga merupakan sarana transportasi alternatif menuju Sentosa Island. Di sebelah kiri, ada jalan raya dan rel monorel. Sesekali kita akan bisa melihat bus dan monorel berlalu-lalang.
Sampai di pintu masuk Sentosa Island, kita diharuskan membeli tiket masuk seharga SGD 1. Dan kami sangat beruntung karena tiket masuk ini digratiskan sampai tanggal 31 Desember 2015. Horee!!! Di tempat ini kalian juga bisa sekalian membeli tiket wahana-wahana.
Universal Studios, Merlion Sentosa, dan Palawan Beach
Menuju Universal Studios
Setelah beristirahat sejenak di tempat duduk di dekat pintu masuk, kami memulai misi kami selanjutnya, yaitu mencari Universal Studios. Dan karena di setiap tempat terdapat papan petunjuk yang jelas, tidak sulit bagi kami untuk menemukan tempat tersebut. Di tempat ini, kami hanya berfoto-foto di depannya saja—di depan globe berputar bertuliskan ‘Universal Studios’, tanpa berniat sedikit pun untuk masuk dan mencoba wahananya. Dari awal, kami memang tidak mengagendakannya. Kami juga tidak mengagendakan untuk berlama-lama di tempat ini, tapi sebagai informasi tambahan, di malam hari akan ada pertunjukan gratis bernama Song of the Sea di area ini.
Naik Bus Sentosa Menuju ke Merlion Sentosa
Setelah puas berfoto-foto, kami turun ke halte Resort World Sentosa yang berada di Basement 1. Yang menurut kami sangat menakjubkan dari tempat ini adalah kenyataan bahwa tempat ini bukan hanya basement sebuah mall atau apartemen, melainkan basement sebuah pulau! Wow!
Perlu diketahui, ada dua jenis kendaraan umum yang beroperasi di dalam wilayah Sentosa Island, yaitu Sentosa Express (monorel) yang memiliki empat stasiun monorel, yaitu Sentosa, Waterfront, Imbiah, dan Beach, dan juga Sentosa Bus yang memiliki 3 rute berbeda, yaitu Bus 1, Bus 2, dan Bus 3.
Dan kabar baiknya, semua kendaraan ini bisa kalian naiki tanpa biaya alias gratis (Sentosa Express akan dikenai biaya SGD 4 hanya jika naiknya dari luar wilayah Sentosa Island, yaitu dari Stasiun Monorel Sentosa di VivoCity Shopping Mall).
Halte di Basement 1 tersebut di lewati oleh 2 rute bus, yaitu Bus 1 dan Bus 2. Kami menunggu bersama beberapa orang dan akhirnya Bus 2 lah yang datang ke tempat itu terlebih dahulu. Di dalam setiap bus terdapat loudspeasker yang akan memberitahukan tempat pemberhentian selanjutnya. Dan kami turun di Merlion Sentosa. Di sana kami berfoto sejenak dengan Merlion Sentosa. Di dekat tempat ini juga terdapat Stasiun Monorel Imbiah.
Mampir Sejenak di Palawan Beach
Tanpa berlama-lama, kami meneruskan perjalanan ke tempat berikutnya, yaitu Palawan Beach. Sebenarnya kami memutuskan untuk kesana hanya semata-mata untuk tahu saja karena kami yakin pantai-pantai di Indonesia pasti jauh lebih bagus.
Dari halte bus di Merlion Sentosa kami naik Bus 3 dan turun di halte Palawan Beach. Kami turun dan dengan outfit kami hari itu, kami benar-benar tidak cocok berada di pantai. Dan benar saja, pantainya terkesan biasa saja dan tidak terdapat banyak wisatawan di sana. Sejauh mata memandang, hanya ada tak lebih dari selusin turis asing di pantai ini. Dan di sini pun kami tidak berlama-lama karena seperti yang kami bilang tadi, kami memang cuma ingin tahu saja.
Tanpa berniat untuk menikmati pantai lebih lama lagi, kami kembali ke halte. Dan sayang sekali, sesuai jadwal yang ada di halte, Bus 3 baru akan datang sekitar 20 menit lagi. Kami menunggu dengan bosan di tempat sepi itu dengan harap-harap cemas, tapi untungnya, bus datang tepat waktu.
Naik Bus 3, kami turun di Stasiun Monorel Beach, yang memang merupakan salah satu rute yang dilewati oleh Bus 3 ini. Dan dari Stasiun Monorel Beach ini, kami naik Sentosa Express menuju ke Stasiun Monorel Sentosa yang terletak di VivoCity Shopping Mall lantai 3 secara cuma-cuma.
Suasana dari atas Sentosa Express |
Salat di Sebuah Masjid di Orchard Road
Karena belum sempat salat di Sentosa Island, kami memutuskan untuk menjamak salat kami di tempat selanjutnya, yaitu di Orchard Road. Dari Stasiun Monorel Sentosa, kami turun di Stasiun MRT Harbourfront. Dari sini, kami naik MRT North East Line juruson Punggol turun di Stasiun MRT Dhoby Ghaut. Setelah itu, kami oper MRT North South Line jurusan Jurong East turun di Stasiun MRT Orchard.
Tiba di Stasiun MRT Orchard, kami langsung keluar ke arah jalan raya. Kami langsung disambut oleh pusat perbelanjaan mewah bertaraf internasional, ION Orchard. Kami tidak masuk dan hanya menikmati suasana menjelang sore dengan sedikit sengatan mentari itu di depan pertokoan bermerk ternama itu.
Kami melihat peta kami dan menemukan ada sebuah masjid di sekitar daerah itu, yaitu Masjid Al Falah, yang terletak sekitar 300 meter dari tempat kami, tapi di seberang jalan. Sementara itu, dengan kondisi jalan yang sangat ramai, hampir tidak mungkin bagi siapapun untuk menyeberang dari Orchard Road di satu sisi ke Orhard Road di sisi yang lain yang berada di seberang jalan tersebut. Dan sejauh mata memandang, memang tidak nampak adanya zebra cross di jalan. Setelah mencari beberapa saat, kami akhirnya menemukan sebuah underpass di depan Louis Vuitton dan tanpa pikir panjang kami turun ke tangga tersebut. Lorong yang menyambut kami setelahnya mengantarkan kami ke salah satu bagian dari Tang Mall yang berada di seberang jalan.
Setelah berhasil menyeberang ke sisi lain Orchard Road, kami segera mencari halte terdekat dan membaca peta di halte tersebut untuk mengetahui bus apa yang bisa mengantarkan kami ke Masjid Al Falah. Dan untungnya, semua bus yang melewati jalan itu memiliki rute yang melewati halte di dekat Masjid Al Falah, yaitu halte Opp Mandarin. Karena jarak yang tak seberapa, dalam waktu kurang dari lima menit kami telah sampai di halte tersebut dan hanya butuh berjalan sekitar 100 meter ke sebuah jalan masuk yang lebih kecil, sebelum akhirnya kami sampai di Masjid Al Falah.
Menukarkan Singapore Tourist Pass (STP) dengan Deposit
Selesai salat jamak dan beristirahat sejenak, kami langsung cabut dan naik bus lagi dari halte Opp Mandarin menuju ke halte di dekat Stasiun MRT Somerset. Kami memilih stasiun ini karena stasiun ini memang yang terdekat dari tempat kami.
Dari Stasiun MRT Somerset, kami naik MRT North South Line jurusan Jurong East turun di Stasiun MRT Yishun. Sebenarnya, peta Mass Rapid Transit (MRT) yang kami bawa maupun peta sederhana yang ada di dalam MRT menunjukkan bahwa kami sebenarnya bisa langsung turun di stasiun tujuan kami berikutnya, yaitu Woodlands, yang memang sama-sama berada di jalur North South. Tapi entah kenapa di kereta yang kebetulan kami naiki tersebut kami diharuskan turun di Stasiun MRT Yishun untuk pada akhirnya oper ke MRT berikutnya dengan jalur yang sama dan akhirnya bisa turun di Stasiun MRT Woodlands. Mungkin jika kalian beruntung, kalian akan mendapatkan kereta yang tidak harus oper. Tapi oper pun tak masalah karena kalian tidak perlu menunggu lama untuk MRT selanjutnya.
Di Stasiun MRT Woodlands ini, kami menukarkan kartu Singapore Tourist Pass (STP) kami dan mendapatkan kembali uang deposit kami sebesar SGD 10 per kartu.
Stasiun MRT Woodlands |
Dari situ, kami turun satu lantai ke Woodlands Regional Bus Interchange untuk naik bus yang akan mengantarkan kami ke Woodlands Train Checkpoint. Dan jujur, tanpa kartu Singapore Tourist Pass (STP), kami sangat bingung.
Perjalanan Menuju Malaysia
Menuju ke Woodlands Train Checkpoint
Karena tidak tahu apa yang harus kami lakukan, akhirnya kami memutuskan untuk bertanya ke seorang bapak yang sepertinya juga hendak naik bus. Syukurlah dia bisa berbahasa melayu dan itu sangat membantu tentunya. Dia memberitahu kami cara naik bus dengan menggunakan uang tunai serta bus apa saja yang bisa mengantarkan kami ke tempat tujuan kami selanjutnya. Dari beberapa nomor bus yang dia sebutkan, kami naik bus 913A dan turun di Woodlands Train Checkpoint.
Naik Shuttle Train dari Woodlands menuju Johor Bahru
Di tempat ini, awalnya kami berencana membeli tiket kereta malam, yaitu kereta 24 bernama Senandung Sutera, menuju ke Stasiun Tampin/Pulau Sebang yang berada di daerah Melaka, Malaysia. Tapi per tanggal 1 Juli 2015, ternyata telah terjadi perubahan peraturan, dimana titik awal kereta malam yang kami maksud tidak lagi dari Stasiun Woodlands, melainkan dari Stasiun Johor Bahru Sentral di Malaysia. Sebagai gantinya, kami harus membeli tiket shuttle train seharga SGD 5 yang akan menyeberangkan kami menuju Johor Bahru Sentral.
Tiket shuttle train |
Ini benar-benar di luar perencanaan kami. Dan kami lumayan dibuat syok mengetahui kenyataan bahwa kereta yang jam berangkatnya paling dekat adalah pukul delapan, dan saat itu adalah pukul delapan kurang sepuluh, sementara kereta berikutnya masih akan berangkat pukul sebelas.
*Jika kalian menggunakan ponsel, gunakan mode "screen rotation" atau "rotasi layar" untuk melihat tabel dengan sempurna.
Jadwal Shuttle Train Woodlands - JB Sentral
|
Jadwal Shuttle Train Woodlands - JB Sentral
|
06.30
08.00
09.30
17.00
18.30
20.00
23.00
|
05.30
07.00
08.30
16.00
17.30
19.00
20.00
|
Setelah membeli tiket, kami segera berlari menuju tempat pemeriksaan tiket dan harus melalui pemeriksaan di imigrasi, sebelum akhirnya kami bisa masuk shuttle train tersebut. Kami tak menunggu lama sebelum akhirnya kereta berangkat. Dan ternyata menyeberang dari Woodlands ke Johor Bahru hanya membutuhkan waktu sekitar 5 menit.
Baca juga:
TRAVELING SINGAPURA (SINGAPORE) – MALAYSIA MELALUI DARAT
Pengalaman Pertama Naik Kereta Malam dengan Tempat Tidur
Sesampainya di Johor Bahru, kami menukarkan semua sisa uang Singapore Dollar kami di sebuah money changer yang ada di stasiun tersebut.
Setelah itu, kami langsung membeli tiket kereta malam Keretapi Tanah Melayu (KTM) bernomor 24 dengan nama Senandung Sutera jurusan Johor Bahru - Kuala Lumpur. Dan jantung kami dibuat melonjak sekali lagi karena jadwal keberangkatan kereta adalah pukul setengah sebelas waktu setempat. Bayangkan kalau kami tadi terlambat naik shuttle train jam delapan dan harus naik yang jam sebelas, pasti kami bakal kehilangan kesempatan naik kereta ini. Alhamdulillah, ternyata Tuhan masih mengizinkan perjalanan kami berjalan sesuai rencana.
Deretan konter tiket |
Antrian khusus untuk booking di tempat |
Kabar baik dari perubahan tempat pembelian tiket ini adalah kami mendapatkan harga tiket yang jauh lebih murah dari perencanaan awal kami karena pada perencanaan tersebut, sesuai dengan yang kami dapat dari internet, kami harus membeli tiket di Woodlands, Singapura yang tentunya dengan mata uang Singapore Dollar, yang kira-kira dua kali lebih mahal. Sementara saat kami membelinya dari Johor Bahru, Malaysia, kami menggunakan mata uang Ringgit.
Saat itu, kami masih bisa memilih antara tempat tidur atas atau bawah dan kami pun memilih bawah karena menurut kami akan lebih mudah karena tak perlu naik turun tangga. Untuk kereta dengan tempat tidur bawah, kami hanya perlu membayar MYR 37 atau sekitar IDR 120.000. Sangat wajar kan kalau kami saat itu merasa kaya mendadak? Hahaha. Belum lagi ditambah sisa uang yang sebelumnya telah kami tukar di money changer.
Suasana Stasiun Johor Bahru Sentral |
Kami menunggu keberangkatan kereta dengan melakukan salat jamak. Perbedaan antara kedua negara ini sangat terlihat di bagian toiletnya. Tidak seperti di Singapura yang menggunakan toilet kering alias tanpa air, di Malaysia, sama dengan di Indonesia, juga menggunakan toilet basah. Dan mungkin karena Stasiun Johor Bahru Sentral ini terletak di pinggiran Malaysia, toiletnya bisa dibilang kotor, persis seperti toilet di tempat-tempat umum di Indonesia. Meskipun begitu, tempat wudu dan tempat salatnya cukup bersih dan nyaman.
Selesai salat, kami putuskan untuk menambah ketidaksehatan kami dengan sekali lagi membeli makanan cepat saji. Malam itu kami membeli tiga porsi KFC Paket Jimat (yang dalam bahasa Indonesia berarti 'Paket Hemat') seharga total MYR 23,50. Dan ternyata nasinya bukan nasi putih biasa, melainkan nasi lemak. Kami tidak begitu suka, tapi saking laparnya, kami mampu menghabiskan paket nasi tersebut.
Setelah penantian yang rasanya cukup lama, akhirnya jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam juga dan petugas mempersilahkan para penumpang kereta 24 untuk memasuki peron yang tempatnya masih lumayan jauh.
Baca juga:
KERETA 24 SENANDUNG SUTERA: PENGALAMAN TIDUR DI KERETA MALAM JURUSAN JOHOR BAHRU – KUALA LUMPUR
Sesampainya di dalam kereta, kami langsung mencari tempat tidur yang sesuai dengan nomor yang tertera di tiket kami. Dan yuhuuuu... sebagai orang yang baru pertama kali naik kereta tidur, kami lumayan girang mencoba menduduki kasur yang walaupun sempit tapi lumayan nyaman itu.
Tak berapa lama, tiga petugas datang dan menanyai tujuan masing-masing penumpang. Kami beritahukan tujuan kami, yaitu Stasiun Tampin/P. Sebang yang terlatak di Melaka. Petugas mencatat dan mengatakan bahwa kami tidak perlu khawatir terlewat karena mereka pasti bakal membangunkan kami jika stasiun tujuan kami telah dekat. Dan akhirnya, dengan ditemani pemandangan malam Malaysia di balik gorden jendela kami, kami bisa tidur nyenyak malam itu.
Artikel terkait:
REVIEW MARINA BAY SINGAPURA (SINGAPORE): MELIHAT MERLION DAN MARINA BAY SANDS DARI DEKAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar