Keluar dari Penginapan di Poppies Lane 2
Suasana Pagi di Ronta Bungalows
Pagi itu, setelah bangun dan mempersiapkan diri, rasanya kami masih belum ingin keluar dari penginapan karena badan masih terasa pegal. Kami masih sempat duduk-duduk di teras di luar kamar dan menikmati suasana pagi yang masih sejuk.
Terasnya merangkap tempat menjemur pakaian |
Tepat pukul 07.00, suamiku turun ke resepsionis untuk menanyakan mengenai motor yang kemarin kami sewa. Suami melakukan pembayaran untuk satu hari karena kami belum tahu sampai berapa lama kami akan berada di Bali. Setelah motor datang, kami segera cabut dari penginapan. Jalanan di sekitar Poppies Lane 2 itu lumayan padat. Kami harus meliuk-liuk untuk bisa membebaskan diri dari mobil-mobil yang berjalan perlahan di gang sempit itu.
Motor yang kami sewa |
Berfoto di Tugu Peringatan Bom Bali dan Pantai Kuta
Ternyata, keluar dari gang Poppies Lane 2 tersebut dan belok kiri ke arah Jalan Legian, kami langsung dihadapkan dengan Tugu Peringatan Bom Bali. Tanpa menunggu aba-aba, kami pun segera menepikan motor dan mengambil beberapa foto di situ. Tak lupa kami sempatkan untuk sekadar membaca beberapa nama yang gugur dalam peristiwa tragis tersebut.
Dari situ, kami memutar ke arah Pantai Kuta. Meskipun semalam kami sudah ke sini, rasanya tak afdol jika tidak menyempatkan menikmati Pantai Kuta di pagi hari. Saat itu suasana masih sepi. Kami pun hanya mampir sebentar dan mengambil beberapa foto.
Menuju Danau Beratan, Bedugul di Tabanan
Keluar dari area Pantai Kuta, kami sebenarnya masih bingung mau kemana karena kami memang tidak membuat itinerary sebelumnya. Setelah berdiskusi sebentar, kami memutuskan untuk ke Danau Beratan saja, yang terletak di kawasan Bedugul, Tabanan. Alasan kami memilih tempat ini adalah karena aku dulu pernah ke sini waktu kecil dan menurutku tempatnya indah. Suami pun menurut saja.
Berbekal panduan dari GPS, kami pun berangkat. Setelah sempat kesasar di daerah Ubud dan mengalami sedikit perlambatan ketika memasuki kawasan Bedugul, kami akhirnya sampai di lokasi sekitar pukul 10.00. Danau Beratan ini sangat mudah ditemukan karena letaknya di pinggir Jalan Raya Bedugul jurusan Singaraja.
Orang-orang yang kami temui saat di perjalanan |
Karena belum sarapan, kami memutuskan untuk makan dulu. Kebetulan di depan tempat wisata tersebut ada penjual makanan halal. Setelah perut kenyang, kami masuk ke lokasi wisata tersebut dan memarkir motor kami di parkir resmi yang tersedia.
Untuk masuk ke Danau Beratan, kami harus membayar tiket yang cukup murah, yaitu IDR 10.000 (per 15 Februari 2014). Di dalam lokasi wisata ini, selain Danau Beratan ini, atraksi utamanya sebenarnya adalah Pura Ulun Danu yang terletak di tengah danau tersebut.
Gerbang masuk ke arah Pura Ulun Danu |
Turisnya sangat banyak |
Suasana sekitar danau juga sangat indah. Bagi kalian yang ber-budget lebih, bisa juga mencoba menyewa sampan atau boat dan menikmati keindahan suasana tersebut dari atas danau.
Kami segera mengeskplorasi beberaga bagian dari tempat wisata ini. Banyak spot menarik yang bisa dijadikan tempat foto. Selain Pura Ulun Danu ini, pada bagian timur dari pura terdapat Gunung Catur yang menarik untuk dijadikan background foto. Beberapa arsitektur unik di seputaran wilayah ini pasti juga akan memuaskan kalian yang ingin bernarsis ria.
Danau Beratan, Pura Ulundanu, dan Gunung Catur |
Pura Ulun Danu dilihat dari arah lain |
Gunung Catur |
Selain mengeksplorasi tempat wisata ini, kami sempatkan mampir ke toko suvenir. Suamiku membeli udeng, ikat kepala khas Bali. Selain itu, kami juga membeli kacamata agar perjalanan bermotor menjadi lebih nyaman.
Menuju Garuda Wisnu Kencana dan Uluwatu di Badung
Sekitar pukul 11.30, kami memutuskan untuk menyudahi eksplorasi di Danau Beratan tersebut. Namun, selanjutnya kami masih bingung mau kemana. Tiba-tiba tercetuslah keinginan untuk ke Uluwatu yang terletak di Badung dan menyaksikan sunset di sana.
Satu hal yang pasti, tanpa itinerary perjalanan kami menjadi sangat tidak efektif mengingat lokasi kedua tempat tersebut sangat berjauhan. Danau Beratan berada di Bali bagian utara sementara Uluwatu berada di Bali bagian selatan. Walaupun tahu bahwa ini jelas akan memakan waktu perjalanan yang lumayan panjang, kami tetap melanjutkan rencana tersebut.
Kami pun kembali mengandalkan GPS. Begitu GPS on, motor sewaan tersebut segera kami kebut menuju lokasi selanjutnya. Ketika sampai di Jalan Baypass Ngurah Rai, jalanan menjadi sangat padat. Dan, kami juga baru tahu bahwa kalau sedang macet, Bali bisa jadi sangat macet seperti ini.
Iseng Lewat Tol Bali Mandara
Untuk menghindari macet, suami iseng membelokkan motor ke arah Tol Bali Mandara untuk kemudian berputar kembali ke arah Jalan By Pass Ngurah Rai. Tol ini memang baru setahun diresmikan jadi aku juga super excited ketika suami iseng lewat di tol tersebut. Memang tol ini termasuk dari sedikit tol di Indonesia yang menyediakan lajur untuk sepeda motor.
Menikmati Arsitektur dan Pertunjukan Seni di Garuda Wisnu Kencana (GWK)
Setelah perjalanan yang panjang, kami akhirnya memasuki daerah Ungasan. Dari plang penunjuk jalan, kami mengetahui bahwa sebelum Uluwatu, kami akan melewati Garuda Wisnu Kencana (GWK) terlebih dahulu. Kami pun memutuskan untuk mampir ke tempat tersebut. Apalagi, saat itu kami melihat mendung di langit juga semakin pekat. Kami berpikir mungkin memang ada baiknya mampir dulu ke GWK agar tidak kehujanan di jalan.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah 4 ketika kami memasuki gerbang Garuda Wisnu Kencana (GWK). Aku sebenarnya sudah pernah ke sini waktu darma wisata SMP tapi memang pengalaman darma wisata SMP tersebut tidak begitu menyenangkan. Jadi, aku pun berniat untuk memanfaatkan perjalanan kali ini untuk mengeksplorasi GWK dengan sebaik mungkin. Tiket yang harus kami bayar memang lumayan mahal, yaitu IDR 40.000 per orang (per 15 Februari 2014).
Kami segera mengeksplorasi beberapa bagian dari Garuda Wisnu Kencana (GWK) tersebut, antara lain Wisnu Plaza tempat patung Wisnu, Garuda Plaza tempat patung burung Garuda yang nantinya akan disatukan dengan Patung Wisnu, Street Theater tempat beberapa seniman menggelar pertunjukan musik yang tak terlalu besar, serta Lotus Pond yang merupakan area outdoor yang dikelilingi karya seni pilar batu kapur. Di beberapa titik, juga tersebar bagian-bagian yang nantinya akan disatukan dengan bagian tubuh Patung Wisnu di Wisnu Plaza.
Wisnu Plaza |
Garuda Plaza |
Street Theater |
Lotus Pond |
Beberapa arsitektur di sekeliling area ini, seperti hiasan dinding dan patung-patung, juga menarik untuk dijadikan background foto.
Hiasan di dinding yang menceritakan kisah bertajuk "Garuda Wisnu Story" |
Saat asyik mengeskplorasi, tiba-tiba gerimis turun. Kami berniat berteduh di salah satu ruangan yang ternyata ampiteater, yaitu ruangan teater di tempat terbuka. Namun, mungkin karena saat itu musim penghujan, ampiteater ini dilengkapi dengan atap yang menutupi.
Di tempat ini biasanya digelar pertunjukan seni dan aksi teatrikal oleh seniman profesional. Dan kebetulan, saat kami berteduh di situ, pertunjukan sedang akan mulai. Kami pun memutuskan untuk menonton pertunjukan tersebut sembari menunggu hujan reda.
Pertunjukan seni di ampiteater |
Saat pertunjukan selesai, hujan masih belum reda. Perutku mulai melilit rasanya karena takut jika hujan tak reda, rencana ke Uluwatu bisa gagal. Namun, kami sudah memikirkan rencana cadangan, yaitu jika hujan tak reda, kami berencana untuk menonton pertunjukan Tari Kecak di tempat ini yang akan digelar pukul 18.00.
Alhamdulillah, sekitar pukul 17.00 hujan akhirnya reda meskipun masih ada titik-titik air yang jatuh. Kami memaksakan diri untuk keluar dari Garuda Wisnu Kencana (GWK) dan melanjutkan perjalanan ke Uluwatu.
Menunggu Sunset di Pura Uluwatu
Suamiku sedikit menambah kecepatan motornya, takut jika hujan tiba-tiba turun lagi. Mendekati daerah Uluwatu, kami sedikit bingung karena ada persimpangan jalan dengan petunjuk arah yang menunjukkan kalau lurus ke arah Pura Uluwatu dan kalau belok kanan ke arah Pantai Uluwatu.
Baca juga:
REVIEW PURA LUHUR ULUWATU: MENIKMATI KECAK DANCE DAN SUNSET DI BALI SELATAN
Kami memutuskan untuk ke Pura Uluwatu saja, meskipun kami belum begitu yakin seperti apa sih tempat ini. Begitu kami memarkir motor, kami langsung di hadapkan dengan sekumpulan turis, yang kebanyakan memang turis asing.
Kami mengantri untuk membeli tiket, yang harganya cukup terjangkau, yaitu IDR 15.000 per orang (per 15 Februari 2014). Sebenarnya, ada pula pertunjukan Tari Kecak yang akan dilangsungkan menjelang matahari terbenam di suatu ampiteater di atas bukit. Tapi karena tiketnya mahal, yaitu IDR 100.000 per orang, kami mengurungkan niat kami untuk menonton pertunjukan tersebut. Apalagi, kami kan ingin memanfaatkan waktu untuk mengeksplorasi tempat tersebut dan ingin menikmati sunset. Dan lagi, karena pertunjukan tari kecak tersebut dilangsungkan di tempat terbuka, kami masih bisa mengintip dari lokasi lain di kawasan tersebut tanpa harus membayar.
Setelah membayar tiket, petugas akan memberikan selendang atau kain sarung. Selendang diperuntukan bagi wisatawan yang sudah memakai pakaian tertutup, seperti rok panjang atau celana panjang sementara kain sarung diperuntukan bagi wisatawan yang memakai pakaian sedikit terbuka, seperti rok pendek atau celana pendek. Karena kami berdua memakai celana panjang, petugasnya langsung memberi kami dua selendang berwarna kuning, yang kemudian harus kami ikatkan di bagian pinggang. Ketika pulang, selendang ini nanti harus dikembalikan kepada petugas yang berjaga di pintu dekat loket.
Cara mengenakan selendang |
Menit terus bergulir tapi mendung di ufuk barat tampak semakin pekat saja. Titik-titik air juga masih sering turun. Meskipun sedikit pesimis, kami tetap meneruskan untuk menanti sunset. Sambil menunggu menit-menit menuju matahari terbenam, kami menghabiskan waktu di tepian tebing berpagar itu, menikmati debur ombak yang menenangkan dan suasana yang mahaindah di sekeliling kami. Dari tempat di pinggiran tebing berpagar itu, kami juga sempatkan untuk menikmati tari kecak yang sudah mulai di kejauhan.
Ampiteater tempat dilangsungkannya pertunjukan tari kecak |
Selain itu, kami juga mengeskplorasi beberapa bagian dari kawasan tersebut,
antara lain pura yang ada di ujung tebing, yang harus dikunjungi dengan terlebih dahulu menaiki tangga yang lumayan tinggi.
Di beberapa titik di kawasan ini juga terdapat kera-kera yang lucu. Ingat, kalau ada kera, selalu perhatikan barang bawaan kalian. Jangan sampai jadi korban penjambretan! Hahahaha.
Kera-kera tersebar di banyak titik |
Sudah setengah tujuh, dan mendung tak juga hilang. Kami curiga bahwa sebenarnya matahari sudah mulai terbenam. Apalagi kami merasakan bahwa cahaya di sekitar juga semakin hilang dan suasana semakin meredup.
Kunjungan Kilat ke Pantai Uluwatu
Kami memutuskan untuk segera meninggalkan lokasi. Karena penasaran dengan Pantai Uluwatu, kami memutuskan untuk menyambanginya juga. Kami harus berkejaran dengan matahari yang sudah semakin menghilang cahayanya. Motor melaju melewati jalan yang meliuk. Daerahnya pun semakin terpencil. Tapi, kok tetap saja masih ada yang membangun vila dan hotel di sekitar situ, ya? Berbeda dengan ketika beberapa tahun silam aku ke sini, Bali kini memang telah tumbuh menjadi suatu pulau yang penuh dengan hotel dan vila. Hiks.
Sepertinya Pantai Uluwatu ini bukan suatu tempat wisata resmi. Buktinya, tidak ada tempat parkir yang resmi juga. Atau mungkin karena kami datangnya kemalaman? Entahlah. Saat itu, hanya ada dua motor dan satu mobil terparkir. Sedikit deg-degan, kami pun ikut memarkir motor kami di situ, berharap bahwa tidak akan terjadi apa-apa dengan motor sewaan itu. Namun, mengingat bahwa orang Bali adalah orang yang sangat baik dan memegang teguh agamanya, mestinya kami tak perlu khawatir dengan kondisi motor kami tersebut.
Dan ternyata, untuk menuju pantai yang dimaksud, kami harus menuruni tangga dari semen yang lumayan curam. Karena takut terjebak malam, kami pun bergegas menuruni tangga tersebut. Nafas kami terengah-engah. Kami berpapasan dengan satu keluarga bule. Mereka tersenyum dan ini kami jadikan kesempatan untuk bertanya “Di bawah itu ada apa?" karena kami memang sedikit ragu apa benar ada pantai di bawah sana.
Salah satu dari mereka menjawab, “it’s beach”, dengan sedikit kesulitan karena mungkin mereka memang tidak berbahasa Inggris. Kami berterima kasih dan dengan perasaan lega, kami melanjutkan perjalanan menuruni tangga.
Dan setelah menuruni tangga yang walaupun sudah disemen tetap saja terjal itu, kami akhirnya sampai di suatu bukaan ke arah pantai. Di atas dan sekeliling kami, ada batu-batu besar yang membatasi dengan area pantai. Wah, tempat ini pasti indah sekali jika dinikmati di pagi hari. Sayangnya kami kemalaman. Mungkin lain waktu kami bisa mampir ke sini lagi.
Kami menyempatkan untuk berfoto walaupun dengan kadar cahaya yang sangat rendah. Walaupun sejenak, kami juga sempatkan untuk berdiri di pinggiran pantai dan menikmati debur ombak yang semakin lama semakin keras. Di kejauhan, masih ada beberapa bule yang sedang surfing. Padahal saat itu, cahaya matahari sudah hampir hilang sama sekali digantikan oleh cahaya bulan yang remang. Selain dari itu, tidak ada penerangan apapun di sekitar situ karena daerahnya memang sangat terpencil.
Karena sudah semakin gelap, kami memutuskan untuk kembali ke parkiran. Itu artinya, kali ini kami harus menaiki tangga semen yang curam tadi. Dan kondisinya yang terjal membuat nafasku rasanya benar-benar mau putus kali ini. Kira-kira sudah pukul 19.00 ketika kami sampai di parkiran. Alhamdulillah, motor kami aman.
Kami melanjutkan perjalanan dengan hanya mengandalkan nyala motor. Tak ada siapa-siapa selain kami. Suasana semakin gelap. Kedua baterai ponsel kami sudah sekarat sehingga tidak bisa digunakan untuk menyalakan GPS. Tapi untungnya, kami tidak perlu berbelok dan hanya tinggal mengikuti jalur aspal saja. Beberapa mobil mulai terlihat ketika kami memasuki persimpangan ke arah Pura Uluwatu.
Karena kelaparan, entah di daerah mana, kami membeli sate—makanan yang jelas halalnya. Ya, karena terus terang, dengan kondisi saat itu, kami sudah tidak bisa berpikir lagi mau mencari makan di mana. Begitu kenyang, kami langsung melaju menuju penginapan. Rencana untuk sedikit menghabiskan malam di Pantai Kuta gagal sudah karena kami begitu kelelahan dan tertidur pulas setelah itu.
Itinerary
Artikel terkait:
TRAVELING SERU KE AIR TERJUN TANCAK JEMBER
TRAVELING MURAH BANYUWANGI, TABUHAN, DAN BALURAN 3 HARI DUA MALAM (3D2N): HARI PERTAMA (17 APRIL 2016)
JELAJAH BROMO DENGAN MOTOR TRAIL: HARI PERTAMA (11 JANUARI 2017)
REVIEW BARU DUA BEACH HOTEL, BANYUWANGI: PENGINAPAN PINGGIR LAUT SUPER MURAH DI BANGSRING
Tidak ada komentar:
Posting Komentar