Pura Uluwatu, atau yang bernama asli Pura Luhur Uluwatu, merupakan sebuah pura yang berada di wilayah Bali Selatan. Terletak di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, pura ini dipercaya masyarakat Hindu Bali sebagai penyangga sembilan mata angin.
Pada awalnya, wisatawan ke sini untuk berselancar di Pantai Pecatu yang terletak tepat di bawah tebing Uluwatu. Ombak pantainya sangat pas digunakan untuk berselancar. Bahkan beberapa perhelatan internasional selancar pun pernah diadakan di sini. Seiring dengan itu, nama pura ini pun menjadi terkenal.
Pura Luhur Uluwatu terdiri dari beberapa pura pesanakan, yaitu Pura Pererepan, Pura Dalem Pangleburan, Pura Dalem Selonding, Pura Kulat, dan Pura Bajurit. Kesemuanya memiliki ikatan dengan pura induk.
Pura ini terletak di ujung Pulau Bali sebelah barat daya. Daya tarik pura ini ditunjang oleh lokasinya yang cukup eksotis, yaitu berada di atas tebing berketinggian 97 meter dari atas permukaan air laut. Dan karena pura-puranya hanya dipergunakan untuk bersembahyang dan tidak boleh dimasuki pengunjung, posisinya yang unik inilah yang menjadi incaran para turis. Dengan mengambil background pura beserta tebing-tebing di bawahnya, dijamin foto kalian akan terlihat sangat indah.
Secara garis besar, komplek Pura Luhur Uluwatu ini terbagi menjadi dua bagian utama. Yang pertama adalah halaman yang berisi tempat parkir, warung-warung makanan, gazebo-gazebo untuk duduk-duduk dan juga toilet. Untuk masuk ke sini dari pintu gerbang, pengunjung hanya dikenakan tarif parkir IDR 1.000 untuk motor dan IDR 2.000 untuk mobil.
Area parkirnya lumayan luas dengan beberapa penjaja makanan di dalamnya. Tapi karena kami tidak makan di sana, kami tidak tahu apakah ada yang halal atau tidak, dan apakah harganya masuk akal atau terlampau mahal.
Bagian kedua dari kompleks pura ini adalah area dari pura-puranya itu sendiri. Untuk masuk ke area berisi pura-pura ini, kita dikenakan biaya IDR 20.000. Terdapat dua pintu masuk yang terletak berjauhan di ujung kanan dan kiri. Kedua pintu ini sebenarnya saling terhubung. Artinya, jika kita masuk dari pintu kiri dan tidak memutuskan untuk berbalik, kita akan keluar melalui pintu kanan. Begitu juga sebaliknya.
Pada masing-masing pintu, ada petugas yang bertugas memberikan selendang bagi yang hendak masuk dengan baju panjang atau lumayan tertutup, sementara bagi yang berbaju terbuka akan diberikan kain sarung.
Area kedua ini bisa dibilang sangat luas. Dari pintu masuk, jalanan telah dipaving dengan pepohonan lumayan lebat di kanan kirinya. Jalan paving lumayan lebar ini akan mengarahkan kita pada spot utama Pura Luhur Uluwatu ini, yaitu pura-pura berpanoramakan tebing-tebing.
Ya, memang sebagian wilayah pura ini adalah hutan yang bisa dibilang masih cukup liar. Binatang yang hidup di wilayah ini salah satunya adalah monyet. Dari awal kita masuk, telah bisa kita temui monyet-monyet berkeliaran. Jadi mulai dari pintu masuk pun kita harus berhati-hati dengan barang bawaan kita. Dari pengumuman bilingual yang terdengar dari pengeras suara, petugas pun beberapa kali mengingatkan pengunjung untuk tidak membiarkan barang-barang mereka lepas dari pemgawasan. Dan jika memang ada kasus barang kita berhasil diambil si monyet, petugas menegaskan bahwa para pengunjung tidak boleh mengambilnya sendiri. Kita cukup meminta tolong kepada pawang-pawang yang berjaga di beberapa titik di kompleks pura tersebut. Awalnya kami pikir, mungkin dengan mengambilnya sendirian kita bisa menyakiti monyet-monyet tersebut. Tapi ternyata alasannya adalah sebaliknya. Justru kalau kita berusaha mengambil barang kita sendirian, monyet yang masih liar itu kemungkinan besar akan menyakiti kita dengan gigi maupun cakarnya.
Di suatu titik saat kami mencapai pura, ada seorang bule yang nekat berusaha mengambil syalnya yang diambil monyet. Dari dekat, aku baru menyadari bahwa monyet itu tidak serapuh yang kuduga sebelumnya. Ternyata gigi dan kukunya terlihat sangat tajam mengerikan.
Dan monyet-monyet ini sangat suka kacamata. Bahkan kacamata kita tidak aman meskipun kita sedang memakainya. Cara paling aman adalah dengan menyimpannya dalam tas. Tapi meskipun sudah diperingatkan, masih saja ada satu-dua turis yang tidak mengindahkannya dan tetap percaya diri memakai kacamatanya. Untung saja pawangnya dangat ahli. Jadi saat ada seorang bule yang kacamatanya berhasil diambil monyet, si pawang langsung beraksi dengan peralatannya. Aku tidak begitu yakin, tapi sepertinya mereka membawa semacam ketapel di tangannya. Hanya dengan diberi iming-iming sedikit makanan dan dengan diacungkan alat seperti ketapel itu, si monyet langsung lari sambil menyerahkan kacamata yang baru saja dia curi.
Pada saat kami ke Pura Luhur Uluwatu pada Agustus 2017 lalu, kami masuk ke area pura sekitar pukul setengah tiga. Karena ketidaktahuan kami kalau salah satu bagian di dalam area pura itu adalah tempat untuk pertunjukan Tari Kecak yang akan kami lihat sore harinya, kami pun masuk dengan membayar uang sebesar IDR 20.000 tanpa menunjukkan tiket Tari Kecak kami.
Kami masuk melalui pintu kiri. Melewati jalan paving dan tiba di ujung area pura, kami memutuskan untuk berbelok ke bagian kanan. Kami melintasi tebing yang berpagar itu sampai ke ujung lain area pura.
Banyak spot foto yang bisa kita nikmati di sini. Ada satu-dua spot agak menjorok ke laut yang bisa kita gunakan untuk mengambil foto dengan sangat baik, tapi memang harus antri dengan yang lain. Di sebuah titik juga terdapat gazebo yang, meskipun kondisinya tidak begitu bagus, bisa digunakan untuk istirahat sejenak karena jarak yang harus kita tempuh dari pintu kiri menuju ke pintu kanan lumayan jauh dan lumayan melelahkan. Waktu itu kami beristirahat cukup lama sambil berfoto-foto. Tentu saja sambil tetap mengawasi tas kami agar tidak diserbu oleh monyet.
Karena merupakan kawasan pura, tidak heran kalau tidak ada musala di area Pura Luhur Uluwatu ini. Dan karena wilayah ini merupakan wilayah yang lumayan terpencil dan tergolong masih baru jika dibandingkan dengan pusat pariwisata seperti Kuta, tak heran juga kalau sarana prasarana di sekitar tempat ini pun masih bisa dibilang belum lengkap. Salah satu yang tidak aku temui di sekitar tempat ini adalah masjid. Bahkan masjid terdekat yang bisa kami temukan lewat GPS adalah masjid milik Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang bisa ditempuh sekitar setengah jam perjalanan motor. Dan kalaupun kita memaksakan diri untuk salat di sana, kita harus membayar tiket masuk seharga IDR 70.000.
Akhirnya kami kembali ke area pura dan memutuskan untuk salat di salah satu gazebo yang terletak di area parkir. Toilet yang kami gunakan sebagai tempat wudu berada tak jauh dari gazebo tersebut. Tapi kalian harus tetap berhati-hati dengan keberadaan monyet ya. Karena di sini pun mereka berkeliaran juga. Jadi jika kalian ke sini lebih dari satu orang, lebih baik kalian salatnya satu per satu, sementara yang lainnya menjaga tas.
Sekitar pukul setengah enam kami masuk kembali ke area pura. Sebelumnya kami sempat khawatir kalau kami bakal ditagih uang IDR 20.000 lagi untuk masuk, tapi ternyata dengan menunjukkan tiket tari kecak kami bisa masuk tanpa membayar lagi. Sebenarnya pihak penjual tiket tari kecak telah memperingatkan kami untuk datang lebih awal, yaitu paling tidak satu jam sebelum acara dimulai agar kami bisa mendapatkan tempat duduk karena biasanya tempat duduknya mudah sekali penuh. Namun karena waktu itu kami masih harus salat, akhirnya kami baru bisa masuk sekitar pukul setengah enam.
Saat sampai di sana, petugas memberitahu kami bahwa tiket offline telah habis terjual. Untungnya kami telah membeli tiket online. Jadi kami tetap bisa menikmati pertunjukan tari kecak tersebut
Tempat pertunjukan tari kecak ini bisa kita jangkau dengan mudah kalau kita masuk melalui pintu kiri area pura. Dari pintu kiri, kita tinggal berjalan melewati jalan paving menuju ke ujung pura. Jika sebelumnya tadi kami telah berbelok ke kanan, kali ini ketika sampai di ujung area pura kita berbelok ke kiri.
Dari sini kita akan menemukan sekumpulan orang-orang yang sedang menunggu di sebuah gazebo. Orang-orang inilah yang akan menunjukkan jalan ke area pertunjukan tari kecak dan sebelum melihat tari kecak kita diharapkan untuk mengisi terlebih dahulu buku tamu yang ada di gazebo tersebut. Karena waktu itu tiket telah habis kami merekomendasikan kepada kalian semua untuk memesan secara online saja selain akan mendapatkan harga tiket yang jauh lebih murah, yaitu seharga IDR 85.000—sementara kalau membeli offline kalian akan mendapatkan harga IDR 100.000—kesempatan kalian untuk kehabisan tiket juga lebih kecil.
Saat tiba di area pertunjukan tari kecak ternyata penonton memang telah membludak. Di sekeliling panggung pertunjukan kursi-kursinya telah penuh terisi bahkan ada yang berdiri. Karena di dalam area panggung telah sangat penuh sesak, petugas langsung mengarahkan kami ke tembok pembatas yang membatasi area pertunjukan dengan area luar. Tembok ini adalah sebagai sarana pembatas agar orang-orang yang tidak membeli tiket tidak bisa melihat dari luar area pertunjukan.
Pada awalnya kami merasa bahwa kami sangat tidak beruntung mendapatkan tempat seperti ini karena dengan posisi seperti itu kami harus berhati-hati naik ke pinggir pagar bagian luar dimana kami hanya berpijak pada sebuah pijakan kaki yang tidak begitu lebar. Kalau tidak berhati-hati pasti bisa terjatuh.
Kami baru menyadari bahwa kami sangat beruntung berada di situ saat acara telah dimulai dan hari telah semakin petang. Kala itu perlahan tapi pasti matahari mulai mendekati garis horison. Orang-orang di dalam area panggung pertunjukan mulai agak galau karena ingin melihat sunset juga namun terhalang tembok dan orang-orang yang berdiri, Saat pertunjukan sedang berlangsung beberapa dari penonton yang ada di dalam area pertunjukan ada yang berdiri dan mengintip di sela-sela pagar agar bisa menyaksikan sunset di luar pagar sementara dengan posisi berdiri di luar pagar seperti ini kami bisa menyaksikan dua pertunjukan sekaligus, yaitu pertunjukan tari kecak di depan kami dan pertunjukkan sunset di belakang kami tanpa harus bersusah-payah. Dan akhirnya pertunjukkan hari itu malah terasa sangat spesial karena kami bisa mendapatkan dua atraksi tersebut sekaligus.
Pertunjukan tari kecak ini berlangsung satu jam, yaitu dimulai pukul 18.00 sampai pukul 19.00 waktu setempat. Sementara salat Maghrib di Bali dimulai pukul 18.45. Karena kami tidak ingin melewatkan salat Magrib yang sangat singkat itu, kami pun memutuskan untuk tidak melihat pertunjukan sampai habis.
Menjelang pukul 18.45 WITA kami putuskan untuk keluar dari area pura dan berjalan ke gazebo. Setelah sama-sama mengambil wudu di toilet, kami salat Magrib di gazebo seperti yang kamu lakukan tadi saat Asar.
Dewasa: IDR 20.000
Anak-Anak: IDR 10.000
Parkir Motor: IDR 1.000
Parkir Mobil: IDR 5.000
Tari Kecak: IDR 100.000 (offline), IDR 85.000 (online)
Pura: –
Konter Tiket Tari Kecak: 17.30
Tari Kecak: 18.00 – 19.00
- Tempat parkir yang luas
- Toilet
- Gazebo
- Tempat makan
- Jauh dari masjid
- Tempat jauh dari pusat keramaian
- Garuda Wisnu Kencana (GWK)
- Pantai Pandawa
- Naik Bus Trans Sarbagita Koridor I (GOR Ngurah Rai – GWK) dari Halte Bus GOR Ngurah Rai turun di Halte Bus GWK
- Oper Angkutan Pengumpan (feeder) Trans Sargita F1 jurusan Uluwatu turun di depan Pura Luhur Uluwatu
- Naik Bus Trans Sarbagita Koridor 7 (Tabanan – Mengwi – Bandara) turun di Halte Simpang Dewa Ruci
- Naik Bus Trans Sarbagita Koridor I (GOR Ngurah Rai – GWK) dari Halte Bus Simpang Dewa Ruci turun di Halte Bus GWK
- Oper Angkutan Pengumpan (feeder) Trans Sargita F1 jurusan Uluwatu turun di depan Pura Luhur Uluwatu
Peta Lokasi Pura Luhur Uluwatu
Artikel terkait:
PERJALANAN TAK TERENCANA KE PULAU BALI 4 HARI 3 MALAM (4D3N): HARI KEDUA (15 FEBRUARI 2014)
BACKPACKING MURAH BALI 4 HARI 5 MALAM (4D5N): HARI KETIGA (16 AGUSTUS 2017)
Pada awalnya, wisatawan ke sini untuk berselancar di Pantai Pecatu yang terletak tepat di bawah tebing Uluwatu. Ombak pantainya sangat pas digunakan untuk berselancar. Bahkan beberapa perhelatan internasional selancar pun pernah diadakan di sini. Seiring dengan itu, nama pura ini pun menjadi terkenal.
Pura Luhur Uluwatu terdiri dari beberapa pura pesanakan, yaitu Pura Pererepan, Pura Dalem Pangleburan, Pura Dalem Selonding, Pura Kulat, dan Pura Bajurit. Kesemuanya memiliki ikatan dengan pura induk.
Pura ini terletak di ujung Pulau Bali sebelah barat daya. Daya tarik pura ini ditunjang oleh lokasinya yang cukup eksotis, yaitu berada di atas tebing berketinggian 97 meter dari atas permukaan air laut. Dan karena pura-puranya hanya dipergunakan untuk bersembahyang dan tidak boleh dimasuki pengunjung, posisinya yang unik inilah yang menjadi incaran para turis. Dengan mengambil background pura beserta tebing-tebing di bawahnya, dijamin foto kalian akan terlihat sangat indah.
Secara garis besar, komplek Pura Luhur Uluwatu ini terbagi menjadi dua bagian utama. Yang pertama adalah halaman yang berisi tempat parkir, warung-warung makanan, gazebo-gazebo untuk duduk-duduk dan juga toilet. Untuk masuk ke sini dari pintu gerbang, pengunjung hanya dikenakan tarif parkir IDR 1.000 untuk motor dan IDR 2.000 untuk mobil.
Area parkirnya lumayan luas dengan beberapa penjaja makanan di dalamnya. Tapi karena kami tidak makan di sana, kami tidak tahu apakah ada yang halal atau tidak, dan apakah harganya masuk akal atau terlampau mahal.
Bagian kedua dari kompleks pura ini adalah area dari pura-puranya itu sendiri. Untuk masuk ke area berisi pura-pura ini, kita dikenakan biaya IDR 20.000. Terdapat dua pintu masuk yang terletak berjauhan di ujung kanan dan kiri. Kedua pintu ini sebenarnya saling terhubung. Artinya, jika kita masuk dari pintu kiri dan tidak memutuskan untuk berbalik, kita akan keluar melalui pintu kanan. Begitu juga sebaliknya.
Pada masing-masing pintu, ada petugas yang bertugas memberikan selendang bagi yang hendak masuk dengan baju panjang atau lumayan tertutup, sementara bagi yang berbaju terbuka akan diberikan kain sarung.
Area kedua ini bisa dibilang sangat luas. Dari pintu masuk, jalanan telah dipaving dengan pepohonan lumayan lebat di kanan kirinya. Jalan paving lumayan lebar ini akan mengarahkan kita pada spot utama Pura Luhur Uluwatu ini, yaitu pura-pura berpanoramakan tebing-tebing.
Waspada Monyet
Ya, memang sebagian wilayah pura ini adalah hutan yang bisa dibilang masih cukup liar. Binatang yang hidup di wilayah ini salah satunya adalah monyet. Dari awal kita masuk, telah bisa kita temui monyet-monyet berkeliaran. Jadi mulai dari pintu masuk pun kita harus berhati-hati dengan barang bawaan kita. Dari pengumuman bilingual yang terdengar dari pengeras suara, petugas pun beberapa kali mengingatkan pengunjung untuk tidak membiarkan barang-barang mereka lepas dari pemgawasan. Dan jika memang ada kasus barang kita berhasil diambil si monyet, petugas menegaskan bahwa para pengunjung tidak boleh mengambilnya sendiri. Kita cukup meminta tolong kepada pawang-pawang yang berjaga di beberapa titik di kompleks pura tersebut. Awalnya kami pikir, mungkin dengan mengambilnya sendirian kita bisa menyakiti monyet-monyet tersebut. Tapi ternyata alasannya adalah sebaliknya. Justru kalau kita berusaha mengambil barang kita sendirian, monyet yang masih liar itu kemungkinan besar akan menyakiti kita dengan gigi maupun cakarnya.
Di suatu titik saat kami mencapai pura, ada seorang bule yang nekat berusaha mengambil syalnya yang diambil monyet. Dari dekat, aku baru menyadari bahwa monyet itu tidak serapuh yang kuduga sebelumnya. Ternyata gigi dan kukunya terlihat sangat tajam mengerikan.
Dan monyet-monyet ini sangat suka kacamata. Bahkan kacamata kita tidak aman meskipun kita sedang memakainya. Cara paling aman adalah dengan menyimpannya dalam tas. Tapi meskipun sudah diperingatkan, masih saja ada satu-dua turis yang tidak mengindahkannya dan tetap percaya diri memakai kacamatanya. Untung saja pawangnya dangat ahli. Jadi saat ada seorang bule yang kacamatanya berhasil diambil monyet, si pawang langsung beraksi dengan peralatannya. Aku tidak begitu yakin, tapi sepertinya mereka membawa semacam ketapel di tangannya. Hanya dengan diberi iming-iming sedikit makanan dan dengan diacungkan alat seperti ketapel itu, si monyet langsung lari sambil menyerahkan kacamata yang baru saja dia curi.
Eksplorasi Area Pura
Pada saat kami ke Pura Luhur Uluwatu pada Agustus 2017 lalu, kami masuk ke area pura sekitar pukul setengah tiga. Karena ketidaktahuan kami kalau salah satu bagian di dalam area pura itu adalah tempat untuk pertunjukan Tari Kecak yang akan kami lihat sore harinya, kami pun masuk dengan membayar uang sebesar IDR 20.000 tanpa menunjukkan tiket Tari Kecak kami.
Kami masuk melalui pintu kiri. Melewati jalan paving dan tiba di ujung area pura, kami memutuskan untuk berbelok ke bagian kanan. Kami melintasi tebing yang berpagar itu sampai ke ujung lain area pura.
Banyak spot foto yang bisa kita nikmati di sini. Ada satu-dua spot agak menjorok ke laut yang bisa kita gunakan untuk mengambil foto dengan sangat baik, tapi memang harus antri dengan yang lain. Di sebuah titik juga terdapat gazebo yang, meskipun kondisinya tidak begitu bagus, bisa digunakan untuk istirahat sejenak karena jarak yang harus kita tempuh dari pintu kiri menuju ke pintu kanan lumayan jauh dan lumayan melelahkan. Waktu itu kami beristirahat cukup lama sambil berfoto-foto. Tentu saja sambil tetap mengawasi tas kami agar tidak diserbu oleh monyet.
Susahnya Salat di Kawasan Pura
Karena merupakan kawasan pura, tidak heran kalau tidak ada musala di area Pura Luhur Uluwatu ini. Dan karena wilayah ini merupakan wilayah yang lumayan terpencil dan tergolong masih baru jika dibandingkan dengan pusat pariwisata seperti Kuta, tak heran juga kalau sarana prasarana di sekitar tempat ini pun masih bisa dibilang belum lengkap. Salah satu yang tidak aku temui di sekitar tempat ini adalah masjid. Bahkan masjid terdekat yang bisa kami temukan lewat GPS adalah masjid milik Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang bisa ditempuh sekitar setengah jam perjalanan motor. Dan kalaupun kita memaksakan diri untuk salat di sana, kita harus membayar tiket masuk seharga IDR 70.000.
Akhirnya kami kembali ke area pura dan memutuskan untuk salat di salah satu gazebo yang terletak di area parkir. Toilet yang kami gunakan sebagai tempat wudu berada tak jauh dari gazebo tersebut. Tapi kalian harus tetap berhati-hati dengan keberadaan monyet ya. Karena di sini pun mereka berkeliaran juga. Jadi jika kalian ke sini lebih dari satu orang, lebih baik kalian salatnya satu per satu, sementara yang lainnya menjaga tas.
Menikmati Tari Kecak dan Sunset
Sekitar pukul setengah enam kami masuk kembali ke area pura. Sebelumnya kami sempat khawatir kalau kami bakal ditagih uang IDR 20.000 lagi untuk masuk, tapi ternyata dengan menunjukkan tiket tari kecak kami bisa masuk tanpa membayar lagi. Sebenarnya pihak penjual tiket tari kecak telah memperingatkan kami untuk datang lebih awal, yaitu paling tidak satu jam sebelum acara dimulai agar kami bisa mendapatkan tempat duduk karena biasanya tempat duduknya mudah sekali penuh. Namun karena waktu itu kami masih harus salat, akhirnya kami baru bisa masuk sekitar pukul setengah enam.
Saat sampai di sana, petugas memberitahu kami bahwa tiket offline telah habis terjual. Untungnya kami telah membeli tiket online. Jadi kami tetap bisa menikmati pertunjukan tari kecak tersebut
Tempat pertunjukan tari kecak ini bisa kita jangkau dengan mudah kalau kita masuk melalui pintu kiri area pura. Dari pintu kiri, kita tinggal berjalan melewati jalan paving menuju ke ujung pura. Jika sebelumnya tadi kami telah berbelok ke kanan, kali ini ketika sampai di ujung area pura kita berbelok ke kiri.
Dari sini kita akan menemukan sekumpulan orang-orang yang sedang menunggu di sebuah gazebo. Orang-orang inilah yang akan menunjukkan jalan ke area pertunjukan tari kecak dan sebelum melihat tari kecak kita diharapkan untuk mengisi terlebih dahulu buku tamu yang ada di gazebo tersebut. Karena waktu itu tiket telah habis kami merekomendasikan kepada kalian semua untuk memesan secara online saja selain akan mendapatkan harga tiket yang jauh lebih murah, yaitu seharga IDR 85.000—sementara kalau membeli offline kalian akan mendapatkan harga IDR 100.000—kesempatan kalian untuk kehabisan tiket juga lebih kecil.
Saat tiba di area pertunjukan tari kecak ternyata penonton memang telah membludak. Di sekeliling panggung pertunjukan kursi-kursinya telah penuh terisi bahkan ada yang berdiri. Karena di dalam area panggung telah sangat penuh sesak, petugas langsung mengarahkan kami ke tembok pembatas yang membatasi area pertunjukan dengan area luar. Tembok ini adalah sebagai sarana pembatas agar orang-orang yang tidak membeli tiket tidak bisa melihat dari luar area pertunjukan.
Pada awalnya kami merasa bahwa kami sangat tidak beruntung mendapatkan tempat seperti ini karena dengan posisi seperti itu kami harus berhati-hati naik ke pinggir pagar bagian luar dimana kami hanya berpijak pada sebuah pijakan kaki yang tidak begitu lebar. Kalau tidak berhati-hati pasti bisa terjatuh.
Kami baru menyadari bahwa kami sangat beruntung berada di situ saat acara telah dimulai dan hari telah semakin petang. Kala itu perlahan tapi pasti matahari mulai mendekati garis horison. Orang-orang di dalam area panggung pertunjukan mulai agak galau karena ingin melihat sunset juga namun terhalang tembok dan orang-orang yang berdiri, Saat pertunjukan sedang berlangsung beberapa dari penonton yang ada di dalam area pertunjukan ada yang berdiri dan mengintip di sela-sela pagar agar bisa menyaksikan sunset di luar pagar sementara dengan posisi berdiri di luar pagar seperti ini kami bisa menyaksikan dua pertunjukan sekaligus, yaitu pertunjukan tari kecak di depan kami dan pertunjukkan sunset di belakang kami tanpa harus bersusah-payah. Dan akhirnya pertunjukkan hari itu malah terasa sangat spesial karena kami bisa mendapatkan dua atraksi tersebut sekaligus.
Pertunjukan tari kecak ini berlangsung satu jam, yaitu dimulai pukul 18.00 sampai pukul 19.00 waktu setempat. Sementara salat Maghrib di Bali dimulai pukul 18.45. Karena kami tidak ingin melewatkan salat Magrib yang sangat singkat itu, kami pun memutuskan untuk tidak melihat pertunjukan sampai habis.
Menjelang pukul 18.45 WITA kami putuskan untuk keluar dari area pura dan berjalan ke gazebo. Setelah sama-sama mengambil wudu di toilet, kami salat Magrib di gazebo seperti yang kamu lakukan tadi saat Asar.
Tiket Masuk
Dewasa: IDR 20.000
Anak-Anak: IDR 10.000
Parkir Motor: IDR 1.000
Parkir Mobil: IDR 5.000
Tari Kecak: IDR 100.000 (offline), IDR 85.000 (online)
Waktu Operasional
Pura: –
Konter Tiket Tari Kecak: 17.30
Tari Kecak: 18.00 – 19.00
Fasilitas
- Tempat parkir yang luas
- Toilet
- Gazebo
- Tempat makan
Kekurangan
- Tidak ada musala- Jauh dari masjid
- Tempat jauh dari pusat keramaian
Destinasi Terdekat
- Garuda Wisnu Kencana (GWK)
- Pantai Pandawa
Cara Menuju Pura Luhur Uluwatu
a. Dari Bandara I Gusti Ngurah Rai
- Naik Bus Trans Sarbagita Koridor I (GOR Ngurah Rai – GWK) dari Halte Bus GOR Ngurah Rai turun di Halte Bus GWK
- Oper Angkutan Pengumpan (feeder) Trans Sargita F1 jurusan Uluwatu turun di depan Pura Luhur Uluwatu
b. Dari Pelabuhan Gilimanuk
- Naik Bus Gilimanuk – Denpasar jurusan Denpasar turun di Terminal Mengwi- Naik Bus Trans Sarbagita Koridor 7 (Tabanan – Mengwi – Bandara) turun di Halte Simpang Dewa Ruci
- Naik Bus Trans Sarbagita Koridor I (GOR Ngurah Rai – GWK) dari Halte Bus Simpang Dewa Ruci turun di Halte Bus GWK
- Oper Angkutan Pengumpan (feeder) Trans Sargita F1 jurusan Uluwatu turun di depan Pura Luhur Uluwatu
Peta Lokasi Pura Luhur Uluwatu
Alamat Pura Luhur Uluwatu
Pecatu, Kuta Selatan, BadungArtikel terkait:
PERJALANAN TAK TERENCANA KE PULAU BALI 4 HARI 3 MALAM (4D3N): HARI KEDUA (15 FEBRUARI 2014)
BACKPACKING MURAH BALI 4 HARI 5 MALAM (4D5N): HARI KETIGA (16 AGUSTUS 2017)
Hai kak, mau tanya pesan tiket online nya dmna ya? Trims..
BalasHapushttp://www.uluwatukecakdance.com/beli-tiket/
HapusDi web itu tercantum no telepon yang bisa dihubungi, serta nomor rekeningnya.