Menikmati Sunrise di Puncak Gunung Prau
Si kembar bangun sekitar pukul 03.00. Kami memanfaatkan waktu untuk melihat bintang sebelum pagi datang.
Waktu salat tiba, Suami Kembar A pun bangun. Dan beberapa menit selepas subuh, Mas Irfan pun juga terbangun oleh dering alarmnya.
Kami berempat pun sibuk hunting foto. Dan Alhamdulillah pagi itu cerah. Jika kemarin tampak mendung menyelimuti gunung-gunung di depan kami, kini mendung itu sudah hilang meskipun tidak 100 persen. Paling tidak, gunung-gunung tersebut sudah mirip dengan gambar di sampul Aqua.
Sekitar pukul 5.45, matahari mulai mengintip. Kami pun segera menyiapkan kamera dan mata kami untuk menikmati momen super indah ini. Dan sunrise ini ternyata muncul di bagian kiri dari kumpulan gunung-gunung tadi, di area yang benar-benar bebas awan. Jadi, kami bisa menyaksikan sunrise dengan super cerah dan sempurna.
Perjalanan Menuruni Gunung Prau
Ketika matahari sudah meninggi, kami kembali ke area tenda. Kami masih sempat sarapan sebelum Mas Irfan merapikan tenda dan peralatan.
Ketika semua sudah ter-packing rapi ke dalam tas Mas Irfan, kami memutuskan untuk turun. Saat itu sekitar pukul 07.30. Dalam perjalanan turun, kami sempatkan juga berfoto di tulisan puncak. Hehehe.
Perjalanan turun rupanya memiliki kesulitan tersendiri. Karena jalan curam dan berpasir, kami harus ekstra hati-hati agar tak terpeleset. Dan pada momen seperti ini, sepatu yang bagus memang sangat dibutuhkan. Selain itu, kaki juga harus siap-siap njarem. Wkwkwk.
Pemandangan yang terlihat dalam perjalanan turun |
Setelah melewati banyak rintangan, kami pun sampai di warung tempat kami beristirahat kemarin. Di situ, kami kembali menikmati semangka. Suami Kembar A dan mas Irfan juga membeli makanan yang lain. Kami tak berlama-lama di situ. Setelah rasa lelah sedikit hilang, kami kembali berjalan. Dan tak berapa lama, kami pun tiba di basecamp. Dan total waktu yang kami butuhkan untuk turun adalah kurang lebih dua jam.
Kami segera mengistirahatkan kaki kami. Saat itu sudah pukul 9.30 lebih. Target kami, kami sudah harus dalam perjalanan ke arah Terminal Mendolo paling tidak pukul 10.00. Kami segera memanfaatkan waktu untuk membersihkan diri dan menata ulang tas kami yang memang sudah kami ambil dari tempat penitipan. Sementara itu, Mas Irfan terlihat sedang menelepon Mas Pii.
Kurang lebih 15 menit kemudian Mas Pii tiba. Setelah kami selesai bersiap-siap, kami segera menemui Mas Pii dan Mas Irfan di depan basecamp. Kami masih sempat bercakap-cakap dengan mereka berdua, khususnya mengenai pendakian kami kemarin. Didesak oleh waktu yang semakin mepet, kami pun segera melakukan pembayaran sebesar IDR 700.000 untuk peralatan dan porter yang sudah kami sewa.
Setelah berjabat tangan dengan Mas Pii dan mas Irfan, dengan sangat berat hati kami mengundurkan diri dan segera berjalan menuju pintu gerbang.
Perjalanan dari Basecamp Patak Banteng menuju Terminal Mendolo
Di dekat situ, sedang ada bus ngetem. Seorang lelaki yang rupanya kernet bus bertanya apakah kami mau ke terminal. Kami jawab iya. Kami bertanya apakah bus langsung berangkat karena kami dikejar waktu untuk ke Stasiun Purwokerto dan dia mengiyakan. Kebetulan di belakang kami sedang ada dua pendaki yang ternyata juga mau ke terminal. Jadi, total ada 5 penumpang.
Kami segera masuk bus dan mencari tempat duduk. Carrier suami kembar A yang cukup besar ditaruh di atas bus oleh si kernet.
Kami pikir kami akan langsung bergerak. Namun, si kernet tadi malah keluar bus dan berjalan masuk menuju basecamp. Kami bilang ke sopir mau turun saja. Akhirnya sopir tersebut menelepon kernet dan menyuruhnya kembali. Bus akhirnya bergerak tapi masih sangat pelan di sekitar area Patakbanteng. Kami tambah frustasi. Jadi, bagi kalian yang mau ke terminal dari Patakbanteng dengan kondisi dikejar waktu, jangan sekali-kali naik bus yang sedang ngetem. Hasilnya seperti ini.
Pada saat beberapa penduduk lokal naik, Alhamdulillah bus sudah melaju dengan normal, bahkan cenderung ngebut di beberapa titik. Karena si kernet tahu kami hendak ke Purwokerto, dia mengatakan nanti kami tidak perlu turun terminal tapi turun di Perempatan Klenteng saja. Hal ini dibenarkan oleh ibu-ibu yang kebetulan juga mau menggunakan bus yang sama.
Sekitar sejam kemudian, kami tiba di sebuah jalan yang mengarah ke terminal dan dua pendaki lain tadi turun. Setelah itu, bus kembali melaju. Jalanan yang kami selanjutnya sangatlah sempit dan padat bahkan cenderung macet. Kami sempat deg-degan juga takut telat. Akhirnya sekitar 15 menit kemudian, kami tiba di Perempatan Klenteng.
Perjalanan Menuju Stasiun Purwokerto
Naik Bus Super Ngebut Menuju Terminal Purwokerto
Bus tak kunjung datang. Perut rasanya semakin tak karuan. Hampir setengah jam kemudian, yaitu sekitar pukul 11.30, akhirnya bus tiba. Kami segera naik dan mencari posisi dekat dengan pintu depan. Untuk perjalanan menuju Purwokerto dengan bus ini, kami perlu membayar IDR 35.000 per orang. Waktu yang dibutuhkan normalnya adalah sekitar 2 sampai 2.5 jam untuk sampai di Purwokerto.
Sopir busnya super ugalan-ugalan. Selain sangat ngebut, selama perjalanan dia juga selalu memegang HP untuk memantau lokasi bus-bus saingan mereka. Kami tak berhenti berdoa. Di satu sisi, kami senang karena bus bisa cepat sampai. Di lain sisi, kami juga ketakutan dengan tingkah sopir yang ugalan-ugalan. Namun, penumpang lokal tampak sudah terbiasa dengan ini.
Sampai di suatu kecamatan di Banjarnegara, ada bagian dari bus yang rusak. Bus menepi dan kernet dibantu oleh beberapa orang bekerja untuk memperbaikinya. Kira-kira, mereka menghabiskan lebih dari 10 menit untuk memperbaikinya. Ketika bus kembali jalan, kami lega bukan main. Perjalanan selanjutnya sudah semakin lancar. Dan akhirnya kami bisa tiba dengan selamat di Purwokerto sekitar pukul 14.00, meskipun kami sempat mampir bengkel juga sebelumnya.
Naik Angkot Dari Terminal Purwokerto menuju Stasiun Purwokerto
Dalam perjalanan menuju terminal, kernet yang tahu kami mau ke stasiun membantu mencegatkan angkot yang sepertinya baru keluar dari terminal. Setelah mengucapkan terima kasih, kami segera masuk ke dalam angkot. Selain kami, ada dua penumpang lain yang sepertinya berasal dari Jakarta.
Sopir angkot keluar dari tempatnya dan mendatangi kami di belakang. Dia mengatakan, dia bisa membawa kami langsung ke stasiun tanpa berhenti-berhenti untuk mengambil penumpang. Tarif asli dari angkot tersebut sebenarnya adalah IDR 4.000 per orang. Namun, jika langsung seperti ini, bapak itu mengatakan biayanya jadi IDR 7.000 per orang. Kami bertanya ke dua penumpang lain tadi dan mereka oke-oke saja dengan harga itu. Akhirnya, kamu pun sepakat dan angkot pun berangkat.
Dalam perjalanan, bapaknya sempat sekali mau mengambil penumpang. Namun, tidak jadi karena ditegur oleh Suami Kembar A.
Kami tiba di Stasiun Purwokerto sekitar pukul 14.30. Kami segera menuju ke mesin scanner untuk mencetak boarding pass. Setelah boarding pass tercetak, kami meminta ijin masuk sebentar untuk salat karena memang musalanya ada di area peron. Kami harus meninggalkan KTP dan boarding pass kami.
Setelah menjamak salat, kami keluar dari area peron dan memutuskan untuk makan. Perut sudah sangat keroncongan karena memang kami tadi cuma makan seadanya saat masih di puncak. Rencana makan mi ongklok di dekat Terminal Mendolo gagal karena waktu yang mepet.
Di area stasiun, hanya ada restoran yang sepertinya mahal. Kami memilih untuk keluar. Tak jauh dari pintu masuk stasiun, ada beberapa penjual makanan: nasi campur, mi ayam, siomay. Si kembar memilih makan mi ayam sementara suami kembar A makan nasi campur disambung mi ayam. Wkwkwkw.
Selesai makan, kami membeli siomay untuk bekal nanti di kereta. Setelah itu, kami kembali ke stasiun dan segera check-in karena waktu sudah menunjukkan pukul 15.30.
Kami masih menunggu sekitar setengah jam sebelum kereta kami tiba. Dan tepat pukul 16.00, kereta Gaya Baru Malam Selatan jurusan Purwokerto - Surabaya pun berangkat. Dan sudah bisa ditebak, dalam perjalanan pulang ini kami banyak tidur saking capeknya. Hahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar