Minggu, 02 September 2018

BACKPACKING MURAH DATARAN TINGGI DIENG (WONOSOBO & BANJARNEGARA) 3 HARI 4 MALAM (3D4N): HARI KETIGA (14 AGUSTUS 2018)

mendaki bukit sikunir

Hari:   Pertama   Kedua   Keempat




Mendaki Bukit Sikunir


Alarm kami berdering pukul tiga dini hari. Setelah melakukan sedikit persiapan, akhirnya kami keluar dari losmen sekitar pukul setengah empat. Sebenarnya pintu depan losmen di lantai bawah terkunci grendel dari dalam. Kami lalu membukanya, mengeluarkan motor, dan menutupnya dari luar tanpa menguncinya.

Dari Losmen Bu Djono, kali ini kami mengambil jalur ke kiri. Perjalanan pagi itu cukup dingin. Suasana sangat sepi, tidak tampak tanda-tanda ada wisatawan lain yang ke sana. Atau mungkin kami memang terlalu pagi karena memang jarak Bukit Sikunir lumayan dekat, yaitu hanya sekitar 20 menit perjalanan motor?

Kurang dari pukul empat kami telah sampai di pintu gerbang Kampung Sikunir, dimana kami membeli tiket masuk seharga IDR 15.000/orang. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan dan tak berapa lama kemudian kami telah sampai di tempat penitipan motor, yang dengan begitu, juga merupakan daerah terjauh yang dapat kami jangkau menggunakan motor. Kami membayar tiket parkir IDR 5.000/motor dan memarkir motor kami. Di sini rupanya telah banyak wisatawan yang berkumpul.

Setelah itu perjalanan mendaki Bukit Sikunir pun kami mulai. Awalnya, kami melewati jalanan berpaving yang masih terdapat bangunan di kanan kirinya. Lambat laun bagunan mulai hilang dan pada titik tertentu, paving pun mulai berganti dengan batuan berundak.

mendaki sikunir

Setelah itu, kita akan disambut oleh jalanan tanah yang juga telah dibuat berundak. Di beberapa titik kalian akan menemui percabangan.

pengalaman mendaki bukit sikunir

Pada perjalanan kali ini, kami berhenti lumayan sering karena Kembar A yang dari awal berangkat ke Dieng memang agak kurang enak badan mengalami semacam sesak nafas. Akhirnya kami pun melanjutkan dengan pelan-pelan.

Kami mendengar azan Subuh berkumandang tepat saat kami sampai di suatu musala kecil yang berada di lereng bukit. Kami salat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan. Akhirnya sekitar pukul 05.00 kami sampai di puncak Bukit Sikunir. Normalnya, puncak ini bisa dicapai dalam waktu 45 menit saja.

mushola bukit sikunir

Menikmati Sunrise Bukit Sikunir


Di atas sudah berkumpul banyak orang. Kami langsung mencari tempat yang nyaman untuk menunggu sunrise, sambil sesekali berfoto ria. Akhirnya,sekitar pukul 05.30 perlahan matahari pun muncul dengan sempurnanya. Alhamdulillah, cuaca sangat cerah sehingga matahari bisa terlihat jelas.

bukit sikunir dieng wonosobo

Sebelum turun kami sempatkan berfoto-foto di bagian lain bukit yang pemandangannya sangat mengesankan. Kami turun dengan lancar. Rupanya udara pegunungan yang sejuk telah menyembuhkan sesak Kembar A.

bukit sikunir dieng wonosobo jawa tengah

bukit sikunir dieng

Sesampainya di jalan berpaving kami baru menyadari bahwa bangunan di kanan kiri yang kami lalui saat masih gelap tadi adalah bangunan milik para penjual makanan. Kami mampir di salah satu stan dan membeli kentang kecil-kecil yang sepertinya diolah dengan kecap. Entahlah. Kentangnya sangat enak, empuk, dan satu gelas per orang saja sudah cukup mengenyangkan. Kami juga masing-masing memesan segelas kopi hitam. Yang lebih penting adalah harga makanan dan minumannya terjangkau. Tidak di-mark-up seperti yang biasa terjadi di tempat-tempat wisata pada umumnya. Tidak seperti yang pernah kami alami waktu ke Penanjakan, Bromo.

kampung sikunir dieng

kentang sikunir

Selesai menikmati makanan, kami bersiap pulang. Sebelum pulang kami sempatkan mampir membeli oleh-oleh khas Dieng, yaitu Carica.

Setelah mengambil motor, kami pun pulang. Dalam perjalanan ini, kami sempatkan berfoto di pinggir jalan dengan panorama Danau Cebong, yang terletak sangat dekat dengan tempat kami memarkir motor tadi. Tak jauh dari danau, kami juga sempatkan berfoto dengan plang Desa Sembungan, yang merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa, desa tempat Bukit Sikunir ini berada.

danau cebong bukit sikunir


Mampir di Batu Ratapan Angin


Menuruni tanjakan menuju Losmen Bu Djono, kami melewati papan petunjuk ke Dieng Plateau Teather. Kami kesana dan sekalian mampir ke Batu Pandang Ratapan Angin, salah satu tempat paling cocol untuk melihat Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari jauh. Tiketnya IDR 10.000/orang.

Di tempat ini kami juga sempatkan makan mi goreng plus telur dan minum Wedang Uwuh khas Jogja.

Selesai dari sana kami memutuskan untuk langsung ke Losmen Bu Djono karena kami pikir kami harus sebisa mungkin beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan kami selanjutnya, yaitu mendaki Gunung Prau yang rencananya akan kami lakukan di sore itu juga.

Kami tiba di Losmen Bu Djono pukul sebelas dan langsung mengepak barang bawaan kami. Sebelum tidur, Suami Kembar A terlebih dahulu menghubungi mas Pii, si admin Basecamp Patakbanteng, untuk menyewa tenda dan porter sekaligus. Setelah perundingan dalam perjalanan pulang dari Bukit Sikunir tadi, kami sepakat untuk menyewa porter saja karena kami merasa cukup kelelahan dan ditambah lagi kondisi Kembar A yang tadi pagi sesak.

Setelah semua beres kami segera beristirahat karena jam 12.00 adalah jadwal kami check-out. Jam 12.00 kurang alarm kami berbunyi. Setelah salat Zuhur dan jamak Asar, kami ke lantai bawah dan mengembalikan kunci motor serta meminta kembali KTP Kembar A dan Kembar B yang dijadikan jaminan penyewaan motor kemarin. Selesailah proses check-out kami.

Menuju Basecamp Patakbanteng


Berdasarkan penuturan dari mas Pii kemarin, untuk menuju Basecamp Patakbanteng kami bisa menggunakan angkot dengan membayar IDR 2.000. Tapi karena saat kami keluar losmen sudah ada tiga bus berjajar di depan losmen, kami pun memutuskan untuk naik bus saja dengan tarif IDR 3.000, setelah proses menawar. Sebelumnya, si kenek bilang tarifnya adalah IDR 5.000.

Dari Losmen Bu Djono, Basecamp Patakbanteng bisa ditempuh sekitar 10 menit saja dengan bus, dan letaknya ada di kiri jalan. Setelah sampai di plang bertuliskan "Pendakian Prau via Patak Banteng", kami turun dari bus dan berjalan melewati gang berpaving sepanjang kurang lebih 200 meter sebelum akhirnya kami benar-benar tiba di Basecamp Patakbanteng. Suami Kembar A langsung menemui mas Pii dan terjadilah diskusi antara keduanya. Kembar A dan Kembar B menunggu di luar. Kami menunggu lumayan lama sebelum akhirnya Suami Kembar A keluar.

Dia bilang bahwa si porternya masih bersiap-siap, bahwa barang-barang kami yang tidak dibutuhkan bisa dititipkan di basecamp, dan bahwa mas Pii meminta kami untuk membeli nasi sebagai bekal karena kalau cuma sereal dia kurang yakin kami bakal kenyang. Kami lalu mulai bersiap-siap memilah barang yang akan kami bawa dan yang akan kami tinggal. Yang kami bawa antara lain berisi jaket, sarung tangan, sarung kaki, senter, dll. Lalu kami ke toilet biar nanti tidak kebelet.

Setelah itu kami membeli bekal 3 bungkus nasi. Beberapa saat kemudian porter kami yang bernama mas Irfan datang. Kami lalu menitipkan bekal makanan dan minuman kami ke dia. "Tapi bawa satu botol kecil untuk diminum selama di perjalanan ya, Mbak," kata mas Irfan. Kami pun menurut. Jadi selain membawa tas berisi jaket, kami masing-masing juga membawa sebotol air mineral.

Sebelum berangkat, mas Pii meminta kami untuk mendaftar. Kami menuliskan nama, alamat, serta nomor telepon di buku pendaftaran dan membayar uang IDR 35.000 dengan rincian IDR 10.000/ornag untuk biaya pendaftaran dan IDR 5.000 untuk trashbag alias kantong sampah. Setelah selesai, mas Pii mengajak kami keluar. Ternyata di luar ada sebuah denah berisi rute pendakian kami. Lalu dia mulai menerangkan tentang jalur yang kami lalui beserta apa-apa yang harus dan tidak boleh kami lakukan. Kami mendengarkan dengan khitmat. Namanya juga pendakian pertama, pasti cemas lah.

Camping di Gunung Prau


Setelah itu kami berdoa, berfoto-foto sejenak, dan berangkat lah kami berempat. Bismillah. Setelah sampai di puncak, yang sebenarnya bukan puncak itu, melainkan adalah Sunrise Camp, mas Irfan menawari kami untuk membikin tendanya di tempat yang menurutnya adalah spot paling bagus karena di situ kata dia, kita nanti akan bisa menyaksikan sunrise tanpa penghalang. Tapi kami memang harus berjalan beberapa ratus meter lagi. Dan kami pun menurut karena kami percaya yang menurut dia bagus pasti bagus.

Setelah itu, mas Irfan, dibantu suami Kembar A segera mendirikan tenda sementara Kembar A dan Kembar B asyik berfoto-foto dengan berpanoramakan Gunung Sumbing dan Sindoro di kejauhan yang tampak sangat indah, dihiasi gumpalan-gumpalan awan yang putih dan tebal.



Hari:   Pertama   Kedua   Keempat



Tidak ada komentar:

Posting Komentar