Jumat, 14 Februari 2020

CERITA BACKPACKING DAN GAGAL MUNCAK DI MERBABU 3 HARI 3 MALAM (3D3N): HARI KEDUA (6 AGUSTUS 2019)

Hari:   Pertama   Ketiga

Itinerary   Biaya



Pagi ini, kami bangun sekitar pukul setengah lima dan terlihat telah ada beberapa pendaki lain yang baru saja tiba di lokasi basecamp Kang Tisna. Dari logatnya, sepertinya mereka orang Sunda.

Kami berniat untuk mengambil air wudu tapi ternyata airnya belum menyala. Kami pun berinisiatif untuk wudu di basecamp Pak Parman saja. Dari tempat kami, kami berjalan ke basecamp Pak Parman dan dengan berakting sok nyantai, kami diam-diam masuk ke basecamp tersebut dan berjalan terus ke arah toilet. Alhamdulillah petugasnya belum ada yang bangun. Yang kami lewati hanya segerombolan pendaki.

Selesai wudu, kami kembali ke basecamp Kang Tisna dengan menggigil. Setelah semua selesai salat, kami menghabiskan waktu dengan jalan kaki di sekitar basecamp dan berfoto-foto.

Rencananya, kami akan mendaki sekitar pukul tujuh. Itu pun kami harus menunggu kedatangan porter kami dari Boyolali, yang telah kami pesan beberapa hari sebelumnya via online di Surabaya. Karena sinyalnya agak buruk, proses komunikasi antara si porter dan suami Kembar A agak terganggu. Tapi Alhamdulillah tidak ada kendala yang serius.

Puas berfoto, kami kembali ke basecamp dengan perut keroncongan. Kami langsung mendatangi si ibu pemilik basecamp dan memesan 3 piring nasi goreng dengan masing-masing 2 telur ceplok. Dan di luar perkiraan kami, rasanya sangat enak. Tidak sama dengan nasi goreng yang biasa kami beli di Surabaya, tapi juga bukan nasi goreng rumahan. Pokoknya enak! Dan ternyata harganya pun normal seperti halnya mi instan kami tadi malam. Seporsi nasi goreng dengan dua telur ini saja hanya dibandrol IDR 12.000.

Sekitar pukul 7 lebih, porter kami datang. Ternyata porternya ada dua, dan yang mengangetkan dari semua ini adalah, salah satu di antara mereka mengalami cacat fisik bawaan, yaitu, mohon maaf sebelumnya, kedua telapak kaki dan telapak tangannya tidak tumbuh dengan sempurna. Bukannya kami mendiskreditkan ciptaan Tuhan, tapi ya kami akui kami agak ilfil karena bagi kami tidak seharusnya orang yang cacat fisik dipekerjakan sebagai porter, yang dalam hal ini harus membantu kami bertiga mendaki gunung, orang dewasa yang tak tahu menahu tentang mendaki. Dan nyatanya pada akhirnya nanti memang ada masalah di tengah pendakian kami. Porter ini selanjutnya kami sebut sebagai porter kedua dan porter satunya sebagai porter utama (Baca: Review Porter). Porter utama ini sepertinya lebih berpengalaman. Dia juga bertugas untuk mendokumentasikan perjalanan kami dengan kamera DSLR.

Akhirnya setelah selesai packing barang-barang dan sebisa mungkin "mengeluarkan isi perut" kami, kami pun berangkat.

Porter utama memberi kami dua buah trekking pole yang sangat memudahkan kami dalam pendakian. Kami memang hanya memesan dua trekking pole karena Suami Kembar A sudah membawa trekking pole sendiri.

Dari basecamp Kang Tisna, kami berlima berjalan menuju ke area registrasi. Semua proses registrasi dilakukan oleh poter utama. Di sini, kami juga harus mendengarkan panduan dari panitia yang bekerja di area registrasi. Dia memastikan bahwa kami membawa semua barang-barang yang diperlukan dan tidak membawa barang-barang yang dilarang, yang salah satunya adalah tisu basah. Jika kami melanggar, satu tim bisa terkena blacklist. Dia menanyakan siapa ketua tim kami dan tentu saja dia adalah porter utama kami

Setelah semua oke, sekitar pukul 08.40 kami diijinkan untuk memulai pendakian. Perjalanan kami cukup lancar. Karena kami telah sering melakukan lari pagi sebelum memutuskan untuk melakukan pendakian ini, napas kami pun terasa lebih teratur dan kami tidak gampang capek, sangat berbeda dengan pengalaman mendaki kami di Dieng (Baca: Pengalaman Mendaki Gunung Prau). Meskipun dengan sedikit kesulitan memanjat di beberapa titik, kami bisa melalui pos demi pos dengan aman terkendali. Kami tiba di pos 1 sekitar pukul 10.00.

Kami istirahat sebentar untuk kemudian lanjut ke pos 2.  Kami tiba di pos ini sekitar pukul 11.30. Suasana sangat panas. Dan kami memutuskan untuk istirahat di bawah semak-semak sambil menghisap madu sacet.

Lebih dari setengah jam kemudian kami melanjutkan perjalanan kami. Jalurnya lebih berdebu dari sebelumnya. Sekitar pukul 12.45 kami tiba di pos 3. Udara terasa semakin panas.

Kami istirahat cukup lama di sini. Dan kami manfaatkan waktu juga untuk salat jamak. Sekitar pukul 14.00, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 4. Jalanan terlihat lebih terjal dan curam. Kedua porter kami pun tampak tak menguasai medan. Porter kedua bahkan nyeplos kalau dia “kaget dengan situasinya yang sekarang”. Dari sini, kami berasumsi bahwa pendakian terakhir mereka ke Merbabu mungkin sudah cukup lama.

Dan sesuatu terjadi. Saat telah sampai sekitar sepertiga jalan, si Kembar tiba-tiba ketakutan dengan kondisi bebatuan yang lumayan curam, dan mereka terjebak di titik itu selama beberapa saat. Porter yang dari awal memang tidak membantu kami sama sekali, di situpun mereka juga tidak melakukan tindakan apapun untuk membantu kami. Porter utama telah sampai di suatu titik aman jauh di atas kami, sementara porter kedua masih kesulitan mendaki juga dengan barang bawaannya yang super berat.

Sambil menangis, si Kembar terhenti di titik itu dengan berpegangan erat pada bebatuan terdekat. Mungkin jalur yang kami pilih memang salah karena memang terlihat cukup curam dibanding jalur-jalur lain. Sedikit gerakan saja, butiran-butiran tanah licin di kaki si Kembar telah berhamburan.
Suami Kembar A yang tidak mungkin menolong si Kembar sendirian mencari pertolongan pendaki lain untuk membantu menarik si Kembar. Dan akhirnya, dengan bantuan dua pendaki lain yang kebetulan melintas di tempat si Kembar terjebak, kami bertiga bisa sampai di titik aman tempat salah satu porter telah menunggu kami dari tadi.

Dan, pada titik itu si Kembar masih syok. Kami syok tidak hanya karena ketakutan kami yang belum reda, tapi juga syok karena malu melihat pendaki lain bisa melewati jalur itu dengan tidak begitu kesulitan. Tidak gampang memang, tapi juga tidak sampai merangkak-rangkak dan perosotan seperti kami.

Dan di tengah waktu istirahat kami itu, tiba-tiba Kembar A bilang kalau dia menyerah dan tidak mau lanjut mendaki. Dia takut. Dia tidak kuasa membayangkan harus melanjutkan pendakian yang jalurnya tidak jauh beda dengan jalur tadi, belum lagi membayangkan harus menuruninya esok hari. Dan ya, akhirnya, mau tidak mau, pendakian kami harus berhenti sampai di sini, meskipun sebenarnya Kembar B masih berniat untuk lanjut.

Dengan kecewa, kami akhirnya turun kembali ke pos 3, mendirikan tenda, dan bermalam di sana. (Baca: CERITA BACKPACKING DAN GAGAL MUNCAK DI MERBABU 3 HARI 3 MALAM (3D3N): HARI PERTAMA (5 AGUSTUS 2019))



Hari:   Kedua   Ketiga

Itinerary   Biaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar