Jumat, 14 Desember 2018

LIBURAN DAN WISATA KULINER SEMARANG 2 HARI 2 MALAM (2D2N): HARI PERTAMA (21 NOVEMBER 2018)



Hari: Kedua



Starting point: Surabaya
Traveler: Kembar A, Suami Kembar A, dan Kembar B

Perjalanan Menuju Stasiun Pasar Turi 


Begitu selesai salat Subuh, sekitar pukul 04.30 kami segera memesan GoCar untuk menuju Stasiun Pasar Turi. GoCar datang tak berapa lama kemudian. Suasana masih sepi dan kami tiba di stasiun sekitar 12 menit kemudian.

Kami sempatkan berfoto-foto di area depan Stasiun Pasar Turi karena kami memang jarang bepergian melalui stasiun ini. Setelah itu, kami bergerak mencari warung yang menjual nasi bungkus. Sayangnya, tidak ada.

Kami berbelok ke suatu gang di samping stasiun. Di sini pun tak ada penjual nasi bungkus. Akhirnya kami membungkus tiga nasi penyetan di suatu warung. Harganya normal.

Dengan nasi di tangan, kami bergerak ke stasiun. Saat itu sudah sekitar pukul 05.00. Hal pertama yang kami lakukan adalah mencetak boarding pass. Suami Kembar A memanfaatkan waktu untuk memakan nasi penyetannya karena sudah lapar.

Pukul 05.30, kami melihat di layar informasi bahwa Kereta Maharani sudah masuk waktu ID check (pemeriksaan identitas). Kami pun segera bergerak ke peron dan menunjuklan identitas serta tiket kami kepada petugas.

Perjalanan Naik Kereta Maharani Jurusan Surabaya Pasar Turi - Semarang Poncol


Kereta datang sekitar pukul enam kurang 5 menit. Kami segera mencari gerbong kami, kemudian masuk dan mencari tempat duduk sesuai tiket. Kereta berangkat tepat waktu, yaitu pukul 06.00.

Di dalam kereta, Si Kembar segera sarapan. Kami masih bercakap-cakap hingga kereta melewati Stasiun Cepu dan Stasiun Randublatung. Setelah itu, kami tertidur.

Kereta tiba di Stasiun Poncol pada pukul 10.41. Keluar dari stasiun, kami disambut sengatan matahati yang cukup panas, yang menurut kami sih sepanas matahari di Surabaya. Mungkin karena sama-sama daerah pesisir ya. Hehehe.

Mencicipi Babat Gongso Pak Karmin


Kami keluar area stasiun. Tujuan pertama, jika berdasarkan itinerary, adalah makan Babat Gongso Pak Karmin. Kami pun mengecek biaya GoCar untuk menuju ke Warung Nasi Goreng Pak Karmin di Jalan MH Thamrin. Ternyata biayanya cuma 3000 dan kami pun jadi galau. Kemungkinan ditolak oleh beberapa driver membuat kami mengambil keputusan untuk berjalan kaki saja.

Jaraknya sekitar 1 kilometer lebih. Dan menurut Google Maps, kami butuh waktu sekitar 12 menit untuk tiba di lokasi.

Dengan semangat yang masih penuh, kami pun berjalan. Dan sekitar pukul 11.05, kurang lebih sama dengan perkiraan Google Maps, kami tiba di warung Pak Karmin.

Kami menjadi pengunjung pertama tapi rupanya warung belum siap. Kami masih harus menunggu beberapa menit sebelum akhirnya pelayannya menanyakan pesanan kami. Kami memesan nasi putih babat gongso dan es teh.

Waktu menunggu makanannya cukup lama dan begitu makanan datang kami langsung menyantapnya. Entahlah, setiap melakukan perjalanan jauh, bawaannya selalu lapar. Wkwkwk.

Selesai makan, kami pun membayar. Harganya cukup mahal, yaitu IDR 25.000 untuk satu porsi nasi putih babat gongso. Namun, rasanya sangat enak dan sangat recommended.

Menginap di Pop Hotel Pemuda (Jalan Simpang)


Selesai makan, kami memutuskan untuk langsung menuju ke Pop Hotel Pemuda, tempat kami menginap, yang berada di Jalan Simpang no 9. Saat itu masih pukul 12.00 tapi kami tetap menuju hotel karena siapa tahu bisa early check-in. Namun, meskipun tidak bisa early check-in, toh kami masih bisa sedikit beristirahat di lobi sembari menunggu waktu check-in tiba.

Kami memesan GoCar yang datang tak lama kemudian. Perjalanan menuju hotel hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit.

Tiba di hotel, kami pun langsung melakukan proses check-in. Petugas mengatakan ada dua jenis tempat tidur untuk kamar yang kami pilih: single bed dan twin bed. Kami memilih single bed. Namun, saat itu dia mengatakan, kamar yang tersedia hanya di lantai 1. Mengingat jika di lantai 1 kemungkinan tidak akan dapat view yang oke, kami memutuskan untuk menunggu.

Tak berapa lama menunggu, petugas memanggil kami dan mengatakan bahwa tersedia dua kamar single bed di lantai 6. Kami pun setuju dengan pilihan itu. Proses check-in berlangsung cepat tanpa mereka menanyakan bukti pemesanan dari Traveloka. Petugas hanya meminta KTP atas nama pemesan dan biaya deposit sebesar 60.000 untuk dua kunci yang bisa di-refund saat check-out.

Bergerak ke lantai 6, kami begitu excited ketika mengetahui bahwa kamar kami memberikan view ke arah Lawang Sewu. Kami segera memanfaatkan waktu untuk mandi, salat Zuhur, dan beristirahat.

Mengeksplorasi Lawang Sewu di Siang Hari


Kami keluar hotel pukul 14.00 dan rencananya adalah menuju Lawang Sewu. Kami juga menghubungi pengantar sewa motor dari Oke Rental yang sudah janjian sebelumnya. Kami menyewa di Oke Rental dengan alasan harga termurah (IDR 60.000 per motor) dan sudah membayarkan DP sesuai ketentuan. Sebelumnya, kami janjian untuk bertemu pukul 15.00.

Pada saat janjian akan bertemu, CP Oke Rental memberi tahu kami bahwa ternyata ada biaya tambahan sebesar IDR 10.000 per motor untuk mengantar di Lawang Sewu dan IDR 15.000 per motor untul menjemput di Simpang Lima, lokasi-lokasi yang kami sebutkan di awal. Itu artinya, total pembayaran tiap motor adalah IDR 85.000. Dan akhirnya nggak jadi murah deh karena sama dengan beberapa rental lain yang dari awal sudah memberi harga sekitaran itu tapi tanpa ongkos antar jemput.

Sempat galau dan kesal karena hal sepenting ini tidak diinfokan di awal, akhirnya kami terpaksa setuju karena malas juga jika harus janjian dengan persewaan lain di jam yang semepet itu.

Karena harus whatsapp-an dengan CP Oke Rental, akhirnya kami baru tiba di Lawang Sewu sekitar pukul 14.30. Kembar A mengabari Oke Rental untuk bertemu di Lawang Sewu pada pukul 15.30 saja. Mereka setuju.

Kami segera masuk ke area Lawang Sewu dan membeli tiket seharga IDR 10.000 per orang. Setelah itu, kami harus melewati mesin pemindai tiket yang dijaga oleh dua petugas. Setelah tiket terpindai, kami segera mengeksplorasi beberapa titik di Lawang Sewu. Banyak sekali tempat-tempat yang instagrammable di sini. Jadi, jika kalian ke sini, luangkan paling tidak satu jam untuk mengeksplorasi keseluruhan bangunan.

Pukul 15.30 kami keluar Lawang Sewu dan menunggu sembari duduk-duduk di kursi di trotoar. Pengantar motor belum terlihat dan belum menghubungi. Kami sedikit cemas karena belum salat Asar dan masih harus ke Lumpia Gang Lombok yang katanya tutup jam 5.

Pengantar motor baru datang pukul 15.50, yang artinya telat 20 menit dari waktu janjian. Mereka beralasan jalanan macet. Tak ingin membuang waktu, tanpa babibu kami segera memberikan dua identitas sebagai jaminan. Kami tak bercakap lebih lama karena malas juga berbicara lama-lama dengan mereka karena jujur saja kami merasa kecewa dengan ketidakprofesionalan mereka.

Menjajal Lumpia Gang Lombok yang Legendaris


Dari situ, kami segera menyalakan Google Maps menuju Lumpia Gang Lombok. Kami dibawa melewati jalan-jalan sempit. Kami tiba di Gang Lombok dan beberapa meter setelah melewati sebuah klenteng, kami tiba di lokasi.

Kami baru ngeh bahwa Lumpia Gang Lombok berada di Pecinan. Dan karenanya, kami pun belum sempat untuk mencari informasi mengenai kehalalannya. Akhirnya kami bertanya langsung ke penjualnya dan Alhamdulillah ternyata lumpianya halal.

Kami memesan masing-masing satu lumpia goreng seharga IDR 15.000 per buah. Lumpia itu disajikan di piring dengan pelengkap berupa saus bertekstur super kental dan berasa agak hambar yang memang khusus untuk saus lumpia.

Di meja juga sudah disediakan bawang pre, cabai, dan acar mentimun yang bisa diambil sesuka hati. Ada juga saus dan mayones untuk yang ingin sensasi rasa lain. Kami sih, memilih yang original dong.

Lumpianya terasa sangat enak. Isinya penuh. Kulitnya kriuk. Dan cukup mengenyangkan.

Begitu lumpia habis, kami segera membayar dan meninggalkan lokasi karena memang warungnya sempit dan panas jadi tidak cocok untuk berlama-lama.

Kami segera bergerak menuju hotel karena memang belum salat Asar. Tiba di hotel, kami segera salat. Setelah itu, kami menikmati suasana dari jendela yang terlihat indah saat senja.

Selanjutnya, kami menghabiskan waktu di hotel untuk mandi, salat, dan beristirahat.


Mengunjungi Lawang Sewu di Malam Hari


Kami baru keluar hotel lagi selepas Isya. Seperti yang sudah kami rencanakan sebelumnya, kami akan kembali ke Lawang Sewu untuk merasakan sensasinya di malam hari.

Kami kembali membeli tiket dengan harga yang sama, melewati mesin pemindai, dan mendatangi spot-spot yang tadi siang kami datangi. Semula, kami berpikir suasananya akan menjadi creepy. Sayangnya, saat itu di halaman Lawang Sewu sedang digunakan untuk suatu acara jadi suasana cukup ramai. Kesan horor jadi tidak terasa sama sekali.

Di bangunan belakang, kami kembali mengeksplorasi tempat-tempatnya, terutama bagian pintu yang berjajar seperti cermin.

Pada saat kami sedang berfoto di salah satu lorong, dua cowok mendatangi kami dan menanyakan apakah kami ingin ke loteng. "Soalnya kami takut kalau cuma berdua."

Kami pun mengiyakan ajakan mereka. Sebenarnya tadi siang kami sudah ke sini, tapi pikir kami pasti di malam hari lotengnya bisa terasa cukup creepy.

Suasana di loteng ini lebih gelap karena penerangannya terbatas. Suara-suara bising di luar juga cukup teredam. Mungkin jika sedang tidak ada acara, ruangan ini bisa jadi akan terasa horor.

Kami berlima segera berfoto-foto. Tak berapa lama, beberapa orang lain juga naik ke loteng. Kami pun pamit ke dua anak cowok tadi untuk turun terlebih dahulu.

Merasa sudah puas dengan hasil foto dan eksplorasi kami, kami memutuskan untuk cabut ke Simpang Lima untuk mencari makan karena perut sudah mulai keroncongan.

Berburu Kuliner di Simpang Lima


Tiba di Simpang Lima, kami sempat bingung. Pasalnya, banyak sekali penjual makanan. Setelah sempat memutari simpang lima sebanyak sekali, kami pun memarkir motor kami di satu titik.

Rencananya, kami ingin makan Tahu Gimbal Pak Edy yang katanya cukup legendaris. Namun, sejauh mata memandang, tak ada terpampang nama itu. Mungkin tempat makan itu berada di sisi lain Simpang Lima. Yang ada di dekat kami saat itu adalah Warung Prasojo yang salah satu makanan yang dijual adalah tahu gimbal. Kami akhirnya memutuskan untuk makan di situ.

Menikmati Tahu Gimbal yang Unik


Si Kembar masing-masing memesan tahu gimbal (seharga IDR 20.000 per porsi) dan Suami Kembar A memasan soto daging sapi (seharga IDR 15.000 per porsi).

Tahu gimbal ini sepintas mirip tahu tek Surabaya, tapi ternyata rasanya sangat lain. Sayurnya berupa toge dan kol iris dalam keadaan mentah, yang disiram saus kacang kecap. Taburan seledrinya juga memberi rasa lain. Selain itu, ada pula gimbal, yaitu udang yang digoreng dengan tepung.

Selesai makan, kami yang semula ingin membeli Tahu Petis Prasono jadi tak lagi selera. Namun, ide untuk menutup makan malam dengan Es Puter Cong Lik disetujui oleh kami bertiga.

Dari Warung Prasojo, kami masih harus berjalan cukup jauh. Lokasi Es Puter Cong Lik adalah di Jalan KH Ahmad Dahlan, dekat dengan jembatan penyeberangan samping Dunkin Donut.


Menikmati Segarnya Es Puter Cong Lik


Ada empat pilihan rasa yang tersedia: durian, kelapa, coklat, dan alpukat. Untuk satu porsi, kita boleh memilih dua rasa.

Kembar A memilih coklat alpukat, Suami Kembar A memilih alpukat kelapa, dan Kembar B memilih kelapa coklat. Rasa es puternya begitu nikmat. Dan setelah habis, masing-masing dari kami berniat untuk kembali lagi ke sini esok hari.

Untuk setiap porsinya dihargai IDR 17.000. Tapi saat itu kami hanya diminta membayar IDR 50.000. Diskon 1000 hehehe.

Setelah membayar, kami segera berjalan ke tempat parkir dan langsung cabut menuju hotel. Kenyang dan kekalahan, kami pun segera mandi lalu merebahkan badan di kasur dan mengistirahatkan diri.



Hari: Kedua



Tidak ada komentar:

Posting Komentar