Rabu, 10 Januari 2018

LIBURAN AKHIR PEKAN KE YOGYAKARTA 3 HARI 3 MALAM (3D4N): HARI KEDUA (16 AGUSTUS 2017)



Hari:   Pertama   Ketiga




Mencari Sarapan di Malioboro


Hari ini kami bangun tidak sepagi yang kami rencanakan sebelumnya. Setelah salat Subuh kami masih sedikit bermalas-malasan dan akhirnya baru keluar dari homestay menjelang pukul setengah tujuh.

Suasana penginapan kami pagi itu

Kami langsung berkendara menuju Malioboro untuk mencari sarapan. Kami memarkir motor kami di tempat parkir resmi Pasar Beringharjo. Setelah itu kami bertiga berjalan ke trotoar Malioboro yang di sana telah berjajar beberapa penjual makanan.

Suasana pagi di Jalan Maliboro

Kami menemukan satu penjual pecel dan gudeg di dekat pintu masuk Pasar Beringharjo dan memutuskan untuk membeli. Harga makanannya terpampang jelas di sebuah spanduk yang dipasang di lapak si penjual. Jadi kita tidak perlu khawatir harganya akan di-markup. Tapi ya memang mahal dan sebenarnya memang sudah terkenal bahwa makan di Malioboro itu mahal. Harga di penjual lain pun sama—sama-sama mahalnya. Akhirnya kami memilih pecel dengan harga per porsi IDR 10.000.



Satu porsi itu belum termasuk lauk karena lauknya bisa kita pilih sendiri di bagian lain lapak yang memang berisi beraneka ragam makanan. Tidak memakai lauk pun tak masalah. Kami waktu itu memilih tusukan (sundukan) telur puyuh dan jeroan.


Untuk minumnya kami memilih teh hangat. Secara keseluruhan, pecelnya enak meskipun memang lebih manis dari pecel Jawa Timur. Nasinya sedikit, tapi kita akan cukup terkenyangkan oleh sayurannya yang berlimpah. Dan tehnya juga enak, benar-benar terasa teh dan bukannya asal merah seperti di Surabaya. Hehehe.

Cara menaruh gelasnya lucu ya

Kursinya diberi empat lubang untuk
menaruh gelas plastik

Mengeksplorasi Malioboro dan Kampung Ketandan


Selesai makan, Suami Kembar A menyadari bahwa ada sesuatunya yang tertinggal di homestay. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengambilnya sendirian ke homestay dengan mengendarai motor, sementara si kembar memutuskan untuk berjalan-jalan di Malioboro dan sekitarnya sambil berfoto-foto. Menyusuri trotoar, kami akhirnya sampai di gerbang Kampung Ketandan, yang merupakan perkampungan pecinan di Kota Yogyakarta. Kami memutuskan untuk masuk ke gang kampung tersebut dan ternyata banyak tempat unik yang bagus untuk dijadikan background foto di sana.





Puas berfoto-foto di Kampung Ketandan, kami kembali ke pintu gang dan termyata di trotoar Malioboro telah berdiri Suami Kembar A. Kami lalu berjalan ke tempat parkir untuk mengambil motor dan melanjutkan perjalanan berikutnya, yaitu ke Keraton Yogyakarta. Waktu kami tiba di keraton, jam masih menunjukkan sekitar pukul 7.30, sementara berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari internet, jam buka Keraton Yogyakarta adalah pukul 8.00 – 14.00 WIB. Karena tidak ingin menghabiskan waktu dengan menunggu saja, kami putuskan untuk ke destinasi kami yang lain, yaitu Situs Warungboto.

Hunting Foto Ala Kahiyang Ayu di Situs Warungboto


Berdasarkan petunjuk GPS, kami memulai perjalanan kami ke tempat yang populer sejak Kahiyang Ayu, putri dari Presiden Jokowi, dan Bobby Nasution menjadikannya sebagai salah satu setting pre-wedding mereka. Situs Warungboto terletak 5 km dari keraton. Rupanya keputusan kami tepat. Waktu kami kesana, situs tersebut tampak sepi. Hanya ada 3 orang lain dalam satu kelompok yang tengah berfoto-foto.



Setelah memarkir motor di salah satu rumah warga, kami berlari ke arah situs yang ternyata gratis tersebut. Tempatnya belum sepenuhnya diperbaiki dan sepertinya memang belum dibuka secara resmi. Sebelum orang-orang lain datang, tempat pertama yang kami sasar tentu saja adalah spot utama yag digunakan untuk berfoto Kahiyang-Bobby. Setelah mendapatkan jepretan yang bagus, barulah kami mengeksplorasi bagian-bagian lain.




Mencari Spot Foto Terbaik di Keraton Yogyakarta


Merasa foto kami sudah cukup banyak, dan jam telah menunjukkan pukul delapan lebih, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke Keraton Yogyakarta. Kami memarkir motor kami di halaman luar keraton, di dekat orang-orang yang berjualan suvenir dan jajanan.



Sesuai jadwal, keraton memang telah dibuka. Kami membeli tiket seharga IDR 5.000 per orang plus 1 tiket seharga IDR 2.000 untuk ijin foto.


Saat kami masuk, suasana di dalam telah cukup ramai. Ada segerombol wisatawan dengan guide-nya di satu sisi, dan beberapa yang lain adalah anak-anak sekolah yang tampaknya sedang menjalani studi tur.

Untuk menyiasati keramaian, kami memilih untuk menyasar tempat-tempat yang justru berada di belakang lebih dulu. Dengan cara seperti ini kami berhasil menghindari keramaian dan mendapatkan foto-foto yang menurut kami bagus dan bersih.







Setelah puas berfoto di area belakang, kami melanjutkan ke bagian depan, tepatnya di bagian Pagelaran Keraton Yogyakarta.





Waktu telah mulai siang saat kami akhirnya keluar dari area keraton. Meskipun telah kelelahan, kami meneruskan perjalanan kami sekalian ke Taman Sari yang letaknya tak jauh dari keraton, yaitu bisa ditempuh dengan 5 menit saja dengan motor.

Menelusuri Keindahan Bangunan Jadul di Taman Sari


Dari Keraton Yogyakarta, kami naik motor menuju ke Taman Sari. Tiketnya ternyata sama dengan Keraton Yogyakarta, yaitu hanya IDR 5.000 per orang.




Dari pintu gerbang pertama, kami menuruni tangga yang mengarahkan kami ke sebuah halaman yang terdiri dari dua bagian kolam yang dipisahkan oleh sebuah jalan di tengah-tengahnya. Jalan tersebut mengarahkan ke pintu gerbang lain.

Dari pintu gerbang pertama itu, kami berbelok ke kiri dan masuk ke sebuah bangunan berlantai 3. Kami berfoto di beberapa ruangan termasuk di lantai teratas di mana kita bisa melihat ke kolam melalui jendela kayu kecil.




Tak lama kami di situ karena memang tempatnya sempit sehingga tidak banyak yang bisa dieksplorasi. Lalu kami turun dan keluar menuju ke kolam lagi. Kali ini kami berfoto di jalan yang ada di tengah-tengahnya. Jalan tersebut mengarahkan ke pintu gerbang lain.






Pintu gerbang kedua ini mengarahkan kami ke sebuah halaman terbuka yang kosong yang dikelilingi pagar. Di ujung halaman ada satu bangunan lagi yang tidak begitu menarik karena hanya terdiri dari ruang kosong yang gelap. Di salah satu sisi halaman kosong itu ada pintu kecil yang merupakan pintu keluar. Pintu ini selain sebagai pintu keluar, juga akan mengarahkan kita ke sebuah perkampungan, di mana di salah satu bagiannya terdapat spot lain dari Taman Sari yang sangat layak untuk dieskplorasi, yaitu lorong bawah tanahnya, yang sebenarnya adalah sebuah masjid bawah tanah, bernama Sumur Gumuling.


Untuk menuju ke lorong ini memang tidak sejelas itu karena ada jalan yang bercabang dan tidak ada papan petunjuk arah. Salah satu cara aman adalah bertanya atau mengikuti kebanyakan dari para wisatawan. Di tengah-tengah pencarian lorong ini, kami sempatkan untuk membeli es kado untuk mengurangi kelelahan yang telah semakin menjadi-jadi.

Akhirnya setelah berjalan cukup jauh, kami bisa melihat ada papan petunjuk yang mengarahkan kami ke lorong bawah tanah dari Taman Sari. Banyak sekali spot-spot menarik yang bisa kita eksplorasi di bagian ini. Ternyata suasana di dalam juga cukup ramai sehingga di beberapa spot utama agak susah mendapatkan foto yang bebas manusia.




Puas melihat-lihat, kami keluar dari pintu lain lorong yang mengarahkan kami ke jalan terbuka menuju pintu keluar area Taman Sari. Dari pintu tersebut kami berjalan menuju tempat parkir. Sebelum itu, Si Kembar menyempatkan diri untuk membeli masing-masing segelas es jamu beras kencur. Memang di area itu banyak berjajar gerobak-gerobak penjaja makanan.

Makan Siang di Angkringan di Jalan Nitipuran


Keluar dari area parkir, perut kami telah sangat keroncongan. Waktu itu, jam masih menunjukkan pukul sepuluh lebih. Akhirnya, Kembar A dan suami mengajak Kembar B untuk makan di sebuah angkringan di daerah Nitipuran di mana Kembar A dan suami berdua pernah makan di sana beberapa bulan sebelumnya. Lokasi angkringan itu memang dekat dengan Grapyak Homestay tempat Kembar A dan suami menginap waktu itu.

Baca juga:
REVIEW GRAPYAK HOMESTAY BANTUL: PENGINAPAN MURAH DI JOGJA YANG KURANG RECOMMENDED


Waktu itu kami makan sego kucing dengan lauk tahu goreng serta tusukan (sundukan) telur puyuh dan jeroan. Untuk minumnya, kami memesan es teh, yang lagi-lagi, sangat enak, seperti teh hangat yang tadi pagi kami beli di daerah Malioboro.


Mencari Alamat Joglo Perwita di Banguntapan


Selesai makan, kami langsung pulang ke homestay, salat Zuhur, sebelum akhirnya tertidur sangat pulas. Bangun-bangun, waktu telah menunjukkan pukul tiga dan setelah mandi serta salat Asar, kami memutuskan untuk segera mencari tempat acara pernikahan teman kami yang akan digelar nanti malam, yaitu Joglo Perwita.

Tempat itu masuk wilayah Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Dengan bantuan GPS, kami tidak kesulitan menemukan tempat itu. Dalam perjalanan ke sana, mendung telah menggelayut dan telah ada gerimis yang turun satu dua. Setelah lega karena telah menemukan tempatnya, kami langsung putar balik menuju ke tempat tujuan kami berikutnya.

Karena untuk menuju daerah tersebut kami melewati Kecamatan Kotagede, kami sempatkan untuk mampir sekalian ke salah satu daftar dalam itinerary kami, yaitu ke kios Bu Djito yang menjual jajanan pasar khas Kotagede bernama Kipo. Kue Kipo merupakan makanan berbahan dasar ketan dengan isian kelapa dicampur gula merah. Kue basah ini memiliki warna hijau dan dibuat dengan cara dipanggang.


Tapi sayangnya saat kami ke tempat tersebut, kue Kipo-nya telah habis. Di samping kios Bu Djito ini juga ada sebuah kios lagi yang menjual kue Kipo, tapi ternyata stoknya juga sudah habis. Karena memang ini kue basah yang tidak tahan lama, kami menyimpulkan bahwa mereka memang sengaja membuatnya dalam jumlah kecil. Akhirnya kami keluar dari kios itu dan memutuskan untuk besok saja kembali lagi ke sini lebih awal.

Membeli Cilok Gajahan dan Es Goreng Pak Gatot di Alun-Alun Kidul


Tujuan kami berikutnya adalah Alun-Alun Kidul. Awalnya kami sempat ragu karena rintik-rintik gerimis telah semakin terasa, takut kami bakal terjebak hujan jika memaksakan diri ke sana. Namun setelah berdiskusi bertiga, kami putuskan untuk tetap ke Alun-Alun Kidul karena jaraknya memang tidak sangat jauh.

Di alun-alun ini kami punya dua target makanan yang ingin kami beli, yaitu Cilok Gajahan yang beberapa waktu lalu sempat kami lihat pembahasannya di salah satu televisi nasional. Yang kedua adalah Es Goreng Pak Gatot.

Yang kami tuju pertama kali adalah Cilok Gajahan karena berdasarkan informasi, antrean cilok ini bisa mengular. Kami takut kehabisan. Setelah menemukan lokasi dari cilok ini, kami langsung memarkir motor tak jauh dari situ.


Dan memang benar, telah banyak orang berkumpul mengelilingi gerobak si penjual. Berdasarkan
informasi dari salah satu pembeli, untuk membeli cilok ini kami harus mengambil nomor antrean terlebih dahulu. Kami pun segera mengambil nomor antrean dan mendapatkan nomor 79. Kami merasa bersyukur ada yang memberitahu kami karena ada satu dua pembeli yang sudah mengantre lama dan baru tahu kalau mereka ternyata harus mengambil nomor antrean.



Satu nomor antrean dibatasi maksimal 4 porsi, dengan harga IDR 5.000 per porsi berisi 20 pentol. Karena itulah kami hanya mengambil satu nomor antrean. Kami mengantre dengan sabar. Karena antrean masih jauh, kami memutuskan untuk membeli Es Goreng Pak Gatot yang letaknya sangat dekat. Kami hanya butuh berjalan beberapa meter.


Untuk mengisi waktu selama mengantre, suami Kembar A bahkan sempat membeli bakwan dan es tebu yang lokasinya juga cukup dekat dengan Cilok Gajahan.

Akhirnya setelah mengisi waktu dengan mengobrol dan berfoto-foto, tibalah antrean kami. Kami berhasil mendapatkan 3 porsi. Waktu itu waktu telah menjelang magrib. Kami buru-buru kembali ke homestay.

Sebelum azan Magrib berkumandang, kami sempatkan untuk menikmati Cilok Gajahan yang tadi kami beli. Dan... kami kena ZONK! Menurut kami rasanya tidak enak. Yang terasa benar-benar hanya tepung kanjinya, Daging berbentuk dadu kecil-kecil yang disematkan di tengah-tengah bulatan cilok tak sanggup merasukkan aroma daging sama sekali ke cilok tersebut. Dan lagi, sambalnya terasa sangat asin. Kami hanya makan satu dua dan tidak sanggup lagi memakannya. Kami bertiga memutuskan bahwa cilok ini sangat tidak recommended. Sangat jauh dari cilok-cilok di Surabaya yang menurut kami sangat enak.

Menghadiri Pesta Pernikahan Teman di Joglo Perwita


Setelah kecewa dengan cilok itu, kami segera salat Magrib dan bersiap-siap. Acara di Joglo Perwita digelar pukul tujuh malam. Kami baru berangkat dari homestay pukul 6.45. Lumayan mepet, tapi kami yakin tidak akan sangat telat karena kami telah memperhitungkan lama perjalanan kami dari perjalanan pertama kami ke sana tadi siang.


Naik Becak Hias di Alun-Alun Kidul


Kami mengikuti prosesi acara pernikahan teman kami sampai sekitar pukul sembilan. Setelah itu, kami segera menuju ke Alun-Alun Kidul untuk menikmati suasana malam di sana sambil naik becak hias. Memang inilah yang telah kami tunggu-tunggu dari kemarin. Aku yakin juga banyak orang lain yang ingin menikmati sensasi naik becak hias di sini, dan bukannya di tempat lain. Bahkan seorang Dian Sastro pun tampak ceria menaikinya. Kami jadi semakin pengen.

Kami segera memarkir motor kami di suatu pojokan. Dan saat ada seseorang menawari kami becak hias, kami tidak berpikir dua kali untuk mengiyakan. Tarif becak hias yang kami naiki itu adalah IDR 40.000 untuk satu kali putaran, muat untuk 3-4 orang. Tarif ini dibayar saat pengembalian kendaraan nanti.



Setelah berfoto-foto dengan kendaraan tersebut kami segera mengambil posisi. Si Kembar duduk di belakang, sementara Suami Kembar A duduk di depan di belakang kemudi. Kami segera mengayuh pedal masing-masing sambil mendengarkan alunan musik yang hingar bingar. Dan sumpah, naik becak hias ini benar-benar menyenangkan. Rasanya tidak ingin segera habis satu putaran. Rasanya ingin berputar sekali lagi tanpa menambah biaya.

Tapi akhirnya satu putaran pun terlewati. Kami berhenti tepat di depan mas-mas yang menawarkan becak hias ini tadi dan baru membayarkan ongkos sewanya saat itu.

Setelah itu, kami duduk-duduk di tikar yang digelar di depan gerobak-gerobak yang berjajar. Kembar B langsung meminta untuk membeli Wedang Uwuh yang telah terlebih dahulu dijajal oleh Kembar A dan suaminya kemarin. Dan rasa wedang ini sangat enak. Dengan sekumpulan rempah, akar, dan daun, wedang ini memberikan sensasi sejuk dan hangat di tenggorokan. Sangat layak dicoba. Harganya pun lebih murah daripada yang kemarin diminum oleh Kembar A dan suami, yaitu hanya IDR 5.000.




Setelah puas dan juga karena mengantuk, akhirnya kami bertiga memutuskan untuk kembali ke homestay. Alhamdulillah tidak hujan, meskipun tadi sesorean sempat mendung dan gerimis. Sesampainya di homestay, kami langsung membersihkan diri, salat, sedikit berkemas untuk besok, dan tidur.



Hari:   Pertama   Ketiga




Artikel terkait:

BACKPACKING MURAH YOGYAKARTA, MAGELANG, SLEMAN DAN KLATEN 4 HARI 4 MALAM (4D4N): HARI PERTAMA (14 AGUSTUS 2017)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar